Berita Golkar – Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan melalui rapat dengan para penyelenggara pemilu, bahwa Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) berstatus hanya sebagai alat bantu perhitungan. Doli menekankan bahwa hasil perhitungan yang sah untuk ditetapkan adalah dari perhitungan manual.
”Tentu kita kembali ingin menegaskan bahwa Sirekap ini kan alat bantu (perhitungan), tentu sangat harus hati-hati khususnya KPU untuk kemudian menerbitkannya. Karena bagaimanapun hasil yang akan ditetapkan itu adalah perhitungan secara manual,” kata Doli kepada Parlementaria usai RDP dengan KPU, Bawaslu, dan DKPP di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2023).
“Tentu kita menegaskan bahwa Sirekap ini kan alat bantu (perhitungan), tentu sangat harus hati-hati khususnya KPU untuk kemudian menerbitkannya”
Sehingga, Politisi Fraksi Golkar ini menjelaskan jika terjadi dispute dalam pemilihan, maka yang menjadi rujukan utama adalah perhitungan secara manual, yang akan dilihat dari formulir C Hasil dan juga C Plano.
”Makanya dalam berbagai kesempatan kami menyampaikan bahwa Sirekap itu sekali lagi hanya alat bantu. Walaupun memang sebagai alat bantu tentu juga bisa menjadi informasi awal buat masyarakat tetapi kalau terjadi, sekali lagi jika terjadi perbedaan tetap yang menjadi patokan adalah hasil perhitungan manual,” tegas Doli.
Terkait berbagai kendala yang mungkin terjadi dalam penggunaan Sirekap seperti tidak adanya sinyal internet (blind spot). Doli menjelaskan bahwa KPU sudah mengantisipasi hal tersebut dengan memetakan daerah-daerah blind spot sehingga bisa diambil langkah-langkah penyelesaiannya.
”KPU juga sekarang sudah punya peta mana daerah-daerah yang kemungkinan bisa terjadi blind spot dan sudah diambil langkah-langkah antisipasinya, bagaimana supaya bisa terukur misalnya jarak bagaimana dari satu di TPS yang blind spot itu ke tempat jaringan yang ada apa jaringan internetnya itu sudah juga diantisipasi teman-teman KPU,” terangnya.
Untuk itu, Doli juga mengingatkan setiap penyelenggara pemilu harus juga menerapkan seluruh peraturan yang sudah diputuskan bersama antara DPR dengan para penyelenggara pemilu, sehingga tidak ada perbedaan antara peraturan dengan implementasi di lapangan.
”Aturan yang sudah disepakati itu yang harus diterapkan tidak boleh ada perbedaan antar implementasinya karena yang namanya hukum begitu. Hukum itu aturan peraturan perundang-undangan ditetapkan untuk diimplementasikan di lapangan. Jadi tidak ada boleh beda ya kalau misalnya beda berarti terjadi pelanggaran peraturan pelanggaran hukum,” pungkasnya. {sumber}