Ahmad Irawan Harap Mendagri Siapkan Mitigasi Potongan Transfer Dana Ke Daerah

Berita GolkarAnggota DPR RI Fraksi Partai Golkar, Ahmad Irawan meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menyiapkan langkah mitigasi terkait rencana pemotongan transfer ke daerah (TKD) dalam RAPBN 2026.

Diketahui, dalam RAPBN 2026, anggaran TKD ditetapkan sebesar Rp650 triliun, atau terkoreksi 24,8 persen dari proyeksi TKD 2025 yang mencapai Rp864,1 triliun. Menurut Ahmad Irawan, kondisi ini berpotensi menekan ruang fiskal pemerintah daerah.

“Terima kasih banyak pak Wamen atas presentasinya tapi sebagai anggota DPR Komisi II, saya ingin menyampaikan beberapa hal yang mudah-mudahan ini bisa menjadi masukan buat kita ke depan,” kata Ahmad Irawan dalam rapat kerja DPR RI bersama Mendagri, gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia, dikutip YouTube TVR Parlemen, Selasa (26/8/2025), dikutip dari JatimTimes.

Dalam forum tersebut, Ahmad Irawan mengawali pandangannya dengan mengutip tulisan Niccolò Machiavelli dalam buku The Principe. “Kalau ingin mempertahankan kekuasaan politik, ada dua hal, jangan diotak-atik hukum itu sendiri, yang kedua urusan pajak Pak,” ucapnya.

Ia menilai isu pajak dan desentralisasi fiskal menjadi persoalan sensitif yang harus dikawal bersama. Menurutnya, kebijakan transfer ke daerah seharusnya tidak melemahkan prinsip otonomi seluas-luasnya sebagaimana amanat konstitusi.

“Kalau kita bicara otonomi seluas-luasnya dan relevan dengan diskusi kita hari ini, kaitannya desentralisasi fiskal, itu kan bagian dari otonomi. Tapi ternyata itu tidak tergambar dalam politik anggaran kita,” tegasnya.

Irawan juga mempertanyakan sejauh mana Kemendagri dilibatkan dalam pembahasan kebijakan transfer daerah dengan Kementerian Keuangan. “Ini sebenarnya Kementerian Dalam Negeri diajak nggak bicara oleh Kementerian Keuangan kaitannya dengan dana transfer daerah ini? Ada potongan berapa persen, itu kita 25-27 persen,” ujarnya.

Ia mengingatkan, APBN bersifat antisipatif terhadap dinamika global maupun domestik. Namun, pemangkasan TKD dikhawatirkan akan mempersempit ruang fiskal daerah.

“Bagaimana mungkin kita menuntut pemerintah daerah untuk kemudian kuat secara fiskal, kalau bagian-bagian yang mereka bisa tingkatkan itu hanya misalnya memungut retribusi kios, pasar, parkir, PBB P2,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Irawan juga mengusulkan agar pemerintah bersama DPR mendorong revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Saya ingin mengusulkan sebagai anggota DPR untuk kita sama-sama berpikir mendorong adanya revisi undang-undang pemerintahan daerah, khususnya 23 tahun 2014,” katanya.

Menurutnya, aturan sektoral selama ini terlalu banyak mengambil kewenangan daerah sehingga prinsip desentralisasi tidak berjalan maksimal. “Kita nggak bisa membiarkan teman-teman kita di partai politik yang saat ini menjadi kepala daerah itu menjadi bumper di bawah,” tambahnya.

Ahmad menilai pemotongan TKD akan berdampak pada turunnya belanja pemerintah daerah. Kondisi ini bisa berimbas pada melambatnya pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal.

“Pertumbuhan ekonomi kita itu selain konsumsi rumah tangga adalah belanja pemerintah. Kalau APBD kita turun terpotong sekian persen, pasti belanja pemerintah daerah turun. Kalau belanja pemerintah daerah turun, uang yang berputar turun, masyarakat di daerah makin susah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ahmad menyinggung ketimpangan pendapatan asli daerah (PAD) antarwilayah. Ia menilai contoh Jakarta tidak bisa dijadikan tolok ukur karena sebagian besar kantor pusat perusahaan, termasuk BUMN, berada di ibu kota.

“Daerah-daerah di Sulawesi, Sumatera misalnya, bagaimana bisa meningkatkan dan mendapatkan alternatif sumber pendapatan asli daerah kalau itu nggak ada lagi,” ujarnya.

Ia juga menyoroti keterbatasan infrastruktur transportasi di daerah wisata seperti Raja Ampat, yang seharusnya bisa menjadi motor ekonomi daerah. “Indonesia Timur itu kalau orang bisa bicara pantai, laut, nggak kalah. Tapi kenapa orangnya nggak ke sana? Karena akses transportasinya,” katanya.

Menutup pandangannya, Ahmad menekankan tiga usulan penting, diantaranya meminta Kemendagri menyiapkan mitigasi pemotongan dana transfer ke daerah. Selain itu, Irawan juga meminta pemerintah mendorong revisi UU Pemda untuk memperkuat desentralisasi fiskal. Serta Irawan minta perluasan kerja sama pemerintah dengan swasta, terutama untuk mendukung daerah yang belum punya pasar potensial.

“Terakhir saya mengusulkan revisi UU Pemda itu kaitannya dengan desentralisasi fiskal asimetris. Sebenarnya banyak riset OECD yang mengatakan transfer daerah seharusnya 33 persen. Tapi yang paling penting, jangan kita lupa, kita memilih otonomi daerah karena itu tuntutan reformasi 98,” tutup Ahmad Irawan. {}