AI di Media, Menkomdigi Meutya Hafid Ingatkan: Teknologi Jangan Hapus Peran Jurnalis

Berita Golkar – Pemerintah menegaskan, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) harus dimanfaatkan untuk memperkuat, bukan menggantikan peran jurnalis. Teknologi perlu diintegrasikan dengan nilai-nilai kemanusiaan agar media tetap menjadi pilar demokrasi.

Pernyataan itu disampaikan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid saat membuka webcast dengan topik “MEDIA AFTER AI: Dunia Jurnalisme Setelah Semua Berubah” di Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Acara ini membahas tantangan dan peluang media di era AI, serta strategi menjaga kualitas jurnalisme. Hadir dalam acara tersebut Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi dan praktisi penyiaran Rieke Amru.

Mengawali pemaparan, Meutya menjelaskan tema yang diangkat dalam diskusi ini sangat relevan dengan tantangan dan peluang yang dihadapi saat ini.

“Yang kita hadapi bersama saat ini bagaimana menjaga keberlanjutan media, kualitas demokrasi digital dan kepercayaan publik,” ujarnya, dikutip dari RakyatMerdeka.

Mantan jurnalis televisi ini menukil laporan dari Assessment Alliance Journalism Independent tahun 2024. Laporan itu mencatat, sedikitnya lima media besar di Indonesia sudah memanfaatkan AI dalam proses kerja. Mulai dari pencarian data, penyusunan ide liputan, penyuntingan, hingga personalisasi konten.

Indonesia, lanjut Meutya, telah memiliki Buku Putih Etika Kecerdasan Artifisial sebagai panduan agar teknologi digunakan secara aman, transparan dan akuntabel.

Bagi jurnalisme, prinsip ini berarti setiap informasi harus bisa diverifikasi. Informasi yang didapat dari media arus utama mesti dipastikan kebenarannya. “Proses editorial harus akuntabel dan teknologi tidak boleh mengorbankan integritas jurnalistik,” tegasnya.

Meski begitu, lebih dari 60 persen pelaku media masih khawatir terhadap implikasi etis AI pada kualitas editorial. Tantangan seperti bias algoritmik, akurasi informasi dan independensi redaksi dinilai harus diantisipasi. “Prinsipnya jelas, AI adalah alat bantu, bukan pengganti jurnalis,” tegas politisi Partai Golkar ini.

Dia juga memastikan, Pemerintah berkomitmen mendorong ekosistem media yang adaptif terhadap teknologi namun tetap berpegang pada akurasi, keadilan, akuntabilitas dan transparansi.

Langkah yang ditempuh, antara lain memperkuat literasi digital publik, menyusun pedoman etika AI di media, serta memperluas kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan. “Saya yakin masa depan jurnalisme di era AI akan ditentukan oleh kemampuannya memadukan inovasi teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan,” katanya.

Dia menekankan kolaborasi dan komitmen bersama diperlukan agar media di Indonesia tetap tegak berdiri.

Selain itu, saat ini media tidak hanya cukup untuk bertahan, tetapi juga semakin menguat sebagai pilar demokrasi digital. Adaptasi teknologi harus dilakukan oleh seluruh media. “Semoga diskusi ini membawa inspirasi dan langkah konkret untuk masa depan jurnalisme Indonesia,” harapnya.

Dalam acara tersebut, pakar analisis data dan disinformasi Digital Ismail Fahmi menjelaskan, perkembangan AI mengubah cara kerja banyak sektor, termasuk media. Namun, AI tidak bisa menggantikan peran jurnalis dalam menyajikan berita yang bermakna bagi publik. {}