Berita Golkar – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan pentingnya peran ASEAN sebagai pemasok utama baja di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan global antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Airlangga menyampaikan bahwa tarif struktural yang diberlakukan secara global terhadap komoditas baja, besi, dan aluminium telah menciptakan tantangan baru bagi industri kawasan.
Pernyataan itu disampaikan Airlangga dalam acara Iron Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025 di Jakarta Convention Center, Rabu (21/5/2025).
“Saya ingin menggarisbawahi bahwa perdagangan global sedang memasuki tahun-tahun yang sulit karena adanya tarif struktural di mana besi, baja, dan aluminium dikenakan tarif 25 persen. Namun karena ini diperlakukan untuk seluruh dunia, maka tentunya kita harus menjaga daya saing kita,” kata Airlangga, dikutip dari JawaPos.
Meski pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat menjadi 2,8 persen pada 2025 berdasarkan laporan terbaru World Economic Outlook (WEO) dari IMF, perekonomian Indonesia justru menunjukkan resiliensi dengan pertumbuhan sebesar 4,87 persen pada Triwulan I 2025.
Menurutnya, sektor industri pengolahan tetap menjadi motor penggerak utama, menyumbang 19,25 persen terhadap PDB dengan pertumbuhan sebesar 4,55 persen.
Airlangga pun menyoroti tren positif industri baja Indonesia yang mengalami kenaikan ekspor sebesar 22,18 persen dalam lima tahun terakhir.
Ia menyebut, konsumsi baja domestik pun terus meningkat, dari 11,4 juta ton pada 2015 menjadi 17,4 juta ton pada 2023, dan diperkirakan mencapai 18,3 juta ton di tahun 2024. “Angka ini bahkan diproyeksikan naik hingga 47 juta ton pada tahun 2035,” paparnya.
Airlangga juga menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman ASEAN Iron & Steel Council oleh perwakilan enam negara, di antaranya Malaysia, Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam yang bertujuan memperkuat kerja sama regional di sektor baja dan besi.
“Saya pikir sudah saatnya bagi ASEAN, sebagai salah satu produsen baja terbesar di dunia, untuk bekerja sama,” ujarnya.
Airlangga menekankan bahwa ASEAN dengan jumlah penduduk lebih dari 600 juta jiwa dan ekonomi senilai lebih dari USD 3 triliun merupakan pasar yang sangat potensial untuk penguatan industri baja. Ia menyebut, kerja sama regional adalah strategi tepat dalam menghadapi dampak perang tarif antara dua kekuatan ekonomi dunia, AS dan Tiongkok.
“Saya berharap besi dan baja dapat membuat strategi menuju produksi yang lebih berkelanjutan dan lebih hijau. Saya juga setuju dengan Ketua South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) bahwa kita juga harus membahas tentang teknologi,” pungkasnya. {}