Berita Golkar – Airlangga Hartarto Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian RI meminta Inggris bersikap adil terhadap usulan Undang-Undang Uji Tuntas terhadap Komoditas yang Berisiko terhadap Hutan, yang akan berdampak pada perdagangan produk-produk unggulan Indonesia seperti kelapa sawit.
Melansir Antara, hal itu dia sampaikan saat bertemu dengan Richard Henry Ronald Menteri Negara untuk Iklim, Lingkungan dan Energi Inggris di London, Inggris.
“Peraturan Uji Tuntas tidak boleh menciptakan distorsi perdagangan atau diskriminatif dalam hal cakupan produk dan perlakuan nasional,” kata Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (1/5/2024).
Menurut Airlangga, negara-negara berkembang memiliki hak membangun sistem perdagangan multilateral yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Pemerintah Inggris diharapkan perlu mematuhi prinsip-prinsip transparansi, non-diskriminasi, dan konsistensi dengan peraturan dan regulasi perdagangan multilateral.
Di sisi lain, Richard menanggapi bahwa Pemerintah Inggris akan melakukan pendekatan kemitraan dalam menerapkan aturan uji tuntas produk keberlanjutan dengan mempertimbangkan standar dan sertifikasi yang sudah berlaku di negara mitra, seperti Indonesian Sustainable Palm Oil system (ISPO) dan Roundtable Sustainable of Palm Oil (RSPO).
Pemerintah Inggris juga menaruh perhatian terhadap kehidupan petani kecil yang bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit. Richard juga menegaskan Inggris dalam penerapan aturan berbeda dengan Uni Eropa dan ingin membangun rantai pasok produk keberlanjutan dengan Indonesia yang tidak berisiko bagi kelestarian hutan.
Pada pertemuan tersebut, Airlangga juga menjelaskan secara gamblang kemajuan yang dicapai Indonesia dalam mengendalikan emisi gas rumah kaca, melalui berbagai langkah seperti program B40, penanaman mangrove dan mempercepat transisi energi.
Sebagai wujud komitmen kuat dalam mengatasi perubahan iklim, Indonesia telah menyerahkan National Determined Contribution (NDC) yang telah disempurnakan kepada Sekretariat UNFCCC pada bulan September 2022 dengan peningkatan target penurunan emisi dari 29 persen pada NDC Pertama dan menjadi 31,89 persen tanpa syarat (tanpa bantuan internasional) pada NDC yang telah diperbaharui.
Sementara untuk yang bersyarat (dengan bantuan internasional) ditingkatkan dari 41 persen pada NDC pertama menjadi 43,20 persen. “NDC mewujudkan upaya setiap negara untuk mengurangi emisi nasional dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim,” ujarnya.
Dalam akhir pertemuan, Airlangga dan Richard sepakat untuk terus melanjutkan dialog Forest, Agriculture and Commodity Trade (FACT) sebagai forum global untuk mendiskusikan secara informal antara Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, dari negara produsen dan negara konsumen, yang terlibat dalam perdagangan komoditas yang terkait dengan deforestasi hutan tropis. {sumber}