Berita Golkar – Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam memberantas penyuapan asing dan meningkatkan tata kelola yang transparan serta adil melalui langkah aksesi ke Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Upaya strategis ini diharapkan mampu mengoptimalkan kebijakan nasional yang selaras dengan standar internasional demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang juga selaku Ketua Pelaksana Tim Nasional OECD dalam Workshop and Technical Discussion Supporting Indonesia in Fighting Foreign Bribery: Towards Accession to the OECD Anti-Bribery Convention di Jakarta, Senin (10/2/2025). Kegiatan tersebut secara virtual juga dihadiri oleh Director OECD, Nicole Pino.
“Kita berharap bahwa dengan masuk dalam OECD, kita bisa kembangkan better policy for better life. Jadi, policy yang kita ambil adalah global, dan ini untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (10/2/2025), dikutip dari CNN Indonesia.
Saat ini, Indonesia tengah memasuki tahap penyusunan initial memorandum yang terdiri dari 32 bab. Dokumen tersebut merupakan asesmen kesesuaian regulasi Indonesia dengan 239 instrumen hukum OECD.
Setiap bidang, termasuk sektor anti-korupsi yang dikoordinasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), sedang melakukan penyesuaian untuk merapatkan regulasi nasional dengan standar internasional.
Airlangga melanjutkan, terdapat kebutuhan untuk menyelaraskan regulasi terhadap dokumen-dokumen hukum yang dimiliki Indonesia dengan yang ada di OECD. Menurutnya, beberapa negara membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan proses tersebut, namun Indonesia memiliki pendekatan yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu Omnibus Law.
“Jadi, ada dua cara, satu ratifikasi, dua kita melakukan Omnibus Law terhadap hal-hal yang dirasa penting. Kita berharap submisi initial memorandum akan selesai di triwulan pertama dan bisa dibawa dalam pertemuan Dewan Menteri OECD di bulan Juni 2025,” papar dia.
Selain fokus pada aspek anti-bribery, pemerintah juga mendapatkan dukungan dari seluruh negara anggota OECD, terutama terkait keikutsertaan Indonesia dalam Financial Action Task Force (FATF). Dukungan ini dipandang sebagai salah satu pilar penting dalam perjanjian multilateral yang turut memperkuat komitmen Indonesia dalam memberantas korupsi.
Sejalan dengan visi Indonesia Emas, pemerintah optimis bahwa aksesi OECD akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Berdasarkan laporan IMF mengenai Purchasing Power Parity (PPP), ekonomi Indonesia sudah berada di peringkat delapan dunia dengan nilai mencapai US$4,8 triliun.
“Kalau memang berdasarkan G20 kita masih di rangking 16. Berdasarkan GDP, yang tahun kemarin alhamdulillah kita sudah mendekati US$5.000 GDP per kapita dan tentu ini kita berharap kita bisa tingkatkan di 2030 di atas US$12.000,” sebut Airlangga.
Dia menambahkan, dengan PPP Indonesia di atas beberapa negara lain, dengan nilai sekitar tiga kali lipat, sudah menunjukkan berada dalam radar untuk masuk dalam aksesi OECD.
Airlangga juga mengapresiasi peran aktif KPK dan dukungan dari Kedutaan Jepang yang mendukung kegiatan ini, sebagai komitmen untuk memerangi korupsi, terutama penyuapan asing, dalam mendukung proses aksesi Indonesia di dalam OECD.
Menurutnya, workshop tersebut dapat menjadi momentum komitmen membangun Indonesia yang lebih bersih, transparan, berintegritas, menuju Indonesia emas. Ia juga berharap Ketua KPK, Setyo Budiyanto, beserta jajaran, dan Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, beserta jajaran, dapat menjadi ujung tombak di sektor transparansi dan fair economy.
Kemudian terkait dukungan Kedutaan Jepang, Airlangga menilai kedua negara telah bekerja lebih dari 10 tahun untuk mempromosikan OECD di ASEAN. Alhasil, menurutnya saat ini adalah momen bagi Indonesia menjadi negara pertama di ASEAN yang bisa masuk sebagai anggota OECD.
“Saya berterima kasih karena ini menjadi salah satu yang dari awal menurut Ambasador Jepang ini merupakan pilar yang terberat, bukan hanya untuk Indonesia tetapi tadi Ambasador Masaki Yasushi mengatakan Jepang pun merasa ini berat,” ucapnya.
Oleh karena itu, ia menekankan mereka memutuskan untuk melakukan hal ini lebih awal. Komitmen Indonesia juga diminta lebih awal pada bulan Maret, sehingga diharapkan ini akan menjadi poin kredit untuk pertemuan di bulan Juni.
Di samping itu, Airlangga juga berharap aksesi OECD tidak hanya akan memperkuat integritas pemerintahan, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan 8% melalui peningkatan investasi, baik domestik maupun internasional.
Ia optimis, dengan adanya iklim investasi yang baik, baik domestik maupun internasional, investasi di Indonesia dapat terus meningkat.
“Apalagi dengan ketidakpastian global per hari ini, maka tentu kita harus memperkuat kawan kita yang ada di Asia Pasifik, termasuk di dalamnya ASEAN, Jepang, dan berbagai kerja sama yang kita lakukan di negara-negara ASEAN. Tentu kita membutuhkan teman lebih banyak yaitu teman-teman di OECD,” pungkas dia.
Sebagai informasi, hadir dalam acara tersebut antara lain Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Edi Prio Pambudi, serta Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral Ferry Ardiyanto, dan perwakilan dari OECD.
Langkah aksesi OECD ini diharapkan tidak hanya membuka peluang bagi Indonesia untuk mengadopsi kebijakan global yang lebih baik, tetapi juga memperkokoh upaya pemberantasan suap dan korupsi, sehingga mendorong terbentuknya tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan ekonomi yang adil. {}