Berita Golkar – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara soal pernyataan bahwa Indonesia sulit maju pada tahun 2045. “Ya kalau Indonesia, pemerintah selalu optimistis,” ujar Airlangga saat ditemui usai acara Rakernas Reforma Agraria di Jakarta Selatan pada Selasa, 31 Oktober 2023.
Salah satu optimisme bisa menjadi negara maju, kata dia, karena Indonesia akan masuk menjadi anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Co-operation and Development/OECD).
“Jadi banyak hal yang sudah akan kita siapkan transformasi berikutnya,” sebut Airlangga Hartarto.
Kepala LPEM FEB UI Chaikal Nuryakin mengatakan kondisi pertumbuhan perekonomian Indonesia dalam dua dekade terakhir tidak pernah jauh dari 5 persen. Adapun pertumbuhan kredit per tahun juga tidak pernah lebih dari 15 persen.
Sedangkan partisipasi kerja perempuan mentok di angka 54 persen. Selain itu, rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) yang tidak pernah melampaui 11 persen. Bahkan, lanjut dia, hanya 9,9 persen dalam satu dekade terakhir.
Adapun kontribusi industri terus menurun dan hanya sekitar 18 persen terhadap PDB. Hal itu disertai kemiskinan ekstrem yang persisten di tingkat 1,7 persen.
Di sisi lain, dia menyebut, lima tahun kedepan adalah lima tahun pertama dalam 20 tahun pencapaian visi Indonesia Emas 2045. “Sebagai negara kepulauan besar yang unik dengan keragaman agama, suku budaya, dan norma sosial, membawa 278 juta penduduk Indonesia melalui koridor sempit untuk menjadi negara maju adalah tidak mudah,” kata Chaikal dalam keterangan resminya pada Senin, 30 Oktober 2023.
Oleh sebab itu, LPEM FEB UI merilis white paper bertema ‘Dari LPEM Bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat Indonesia 2024-2029; Langkah Prioritas untuk Pemerintahan Masa Depan’. Dokumen ini berisi 14 artikel yang telah disusun untuk menanggapi berbagai permasalahan perekonomian di Tanah Air, serta proyeksi di masa datang.
Salah satu isinya adalah potensi Indonesia terkena middle income trap. Ada juga soal fragmentasi geoekonomi, refleksi kebijakan hilirisasi di Indonesia, penghapusan mandatory spending untuk sektor kesehatan dan implikasinya, keberlanjutan fiskal, dan sebagainya. {sumber}