Berita Golkar – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, optimis Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin ekonomi digital ASEAN. Hal ini didukung dengan jumlah penduduk yang besar dan populasi internet yang terus meningkat.
Pada acara Symposium on Digital Economy and Sustainability, di Jakarta, Kamis (24/08), dia memaparkan potensi ekonomi digital ASEAN diperkirakan meningkat menjadi US$330 miliar pada 2025, dan akan meroket hingga US$1 triliun pada 2030. Angka tersebut tentunya akan meningkat dengan adanya Digital Economic Agreement Framework (DEFA).
“Adanya Digital Economic Agreement Framework ini diharapkan angkanya menjadi double, menjadi US$2 triliun di tahun 2030, dan Indonesia ini 40 persen dari ekonomi digital ASEAN. Itu angkanya bisa naik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/8).
Sebagai informasi, DEFA merupakan perjanjian kerja sama ekonomi digital antar negara anggota ASEAN. Perjanjian ini secara resmi akan diluncurkan September nanti, sementara putaran pertama perundingan akan dilaksanakan pada akhir 2023 dan ditargetkan selesai pada 2025.
Menurut Airlangga, DEFA akan membuka babak baru dalam integrasi ekonomi digital regional. Kesepakatan ini diharapkan akan menarik investasi, mendorong inovasi, meningkatkan produktivitas, menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, serta memberdayakan sektor UMKM.
Di samping itu, Airlangga juga menyampaikan bahwa jumlah start-up di Indonesia merupakan ketiga terbesar di Asia. Bahkan, pemerintah telah memiliki program retraining dan reskilling untuk digital talent, termasuk mendorong Digital Hub atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Digital yang terdapat di Nongsa Digital Park, Batam.
Tak hanya itu saja, pemerintah juga mengundang beberapa data center untuk masuk di KEK tersebut. Indonesia juga terus mendorong dibangunnya co-working space, sehingga anak muda bisa mulai berusaha dalam sebuah ekosistem yang akan dibangun.
“Pemerintah berharap adanya program-program pengembangan talenta digital dapat menjadikan backbone IT tidak di negara lain, tetapi di Indonesia,” tegas Airlangga.
Sepakat dengan pentingnya mendorong ekonomi digital di Indonesia dan juga ASEAN, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi, menyampaikan bahwa digitalisasi tidak hanya tentang device. Menurutnya, digitalisasi juga tentang perubahan pemahaman terhadap sistemnya untuk menumbuhkan perekonomian Indonesia.
Simposium yang juga membahas tentang pembangunan berkelanjutan tersebut juga membahas tentang penerapan ekonomi hijau. Terlebih, delapan dari sepuluh negara anggota ASEAN telah menetapkan target net zero emission dalam rentang waktu 2050 hingga 2065.
Dalam hal ini, ASEAN dapat menciptakan lebih dari 5 juta lapangan kerja baru yang terkait dengan bisnis dan industri ramah lingkungan, yang berpotensi memberikan kontribusi hingga 8 persen terhadap PDB pada 2030.
Sebagai penutup, Airlangga bersama Presiden ERIA, Tetsuya Watanabe, meluncurkan Digital Innovation and Sustainable Economy Center (DISC), platform virtual dan fisik bagi para pembuat kebijakan, dunia usaha, dan akademisi profesional, serta organisasi untuk bertransformasi menuju keberlanjutan berbasis digital.
“Peluncuran DISC menandai titik penting dalam perjalanan ASEAN menuju masa depan yang berdaya secara digital. Kami berkomitmen untuk mendorong kolaborasi dan inovasi yang akan membuka jalan bagi ASEAN yang sejahtera dan berkelanjutan,” kata Tetsuya.
Sebagai informasi, simposium tersebut merupakan hasil kolaborasi Kemenko Perekonomian dengan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dan menjadi salah satu side event dalam mendukung Keketuaan Indonesia pada ASEAN 2023. Simposium yang dihadiri tidak kurang dari 700 peserta tersebut juga menggelar diskusi panel dalam sesi kedua. {sumber}