Berita Golkar – Pemerintah Indonesia mendorong adanya modernisasi mesin di berbagai sektor industri untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri di kancah global, khususnya bersaing dengan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dari Vietnam.
Namun demikian, pelaku usaha dinilai terlalu konservatif untuk melakukan modernisasi mesin, sekalipun skema pembiayaan murah telah disiapkan.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa modernisasi mesin sangat penting agar industri tetap berdaya saing. Jika Indonesia ingin bersaing di kancah global, maka industri harus digenjot dengan permesinan yang baru.
Jauh sebelum menembus pasar global, Indonesia sudah dihadapkan persaingan di dalam negeri. Kini, industri tanah air harus bersaing dengan perusahaan asing di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memiliki mesin sangat modern.
“Namanya industri kalau permesinannya tidak dimodernisasi, maka dia akan kalah oleh pabrik yang baru dibangun. Nah itu bukan hanya dibangun di negara lain, tetapi di negara sendiri,’’ jelas Airlangga dalam Investor Daily Roundatable (IDR) di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Senin (28/7/2025), dikutip dari Investor.
Airlangga menuturkan, pemerintah Indonesia khawatir industri tanah air tidak dapat bersaing di dalam pasar yang lebih terbuka. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan deregulasi termasuk memberikan fasilitas pendanaan untuk revitalisasi mesin-mesin produksi.
Dia menyebut bahwa pemerintah menyiapkan skema kredit investasi untuk industri padat karya seperti TPT, furnitur, dan sepatu yang jumlahnya mencapai Rp 20 triliun. Kredit yang mencakup subsidi bunga sebesar 5% dari pemerintah ini punya tenor 4–7 tahun untuk bisa dimanfaatkan secara optimal.
“Nah ini tapi pemanfaatannya masih kecil karena kelihatan industri kita masih kurang berani mengambil resiko untuk merevisi maupun merenovasi permesinannya,” imbuh Menko Perekonomian.
Airlangga mengungkapkan, padahal, deregulasi inisiasi Presiden Prabowo Subianto ini dirancang guna memperkuat daya saing industri tekstil dalam negeri menghadapi kompetitor seperti Vietnam.
Sebagai gambaran, dengan industri yang lebih berdaya saing, Vietnam dapat mengekspor ke Amerika Serikat (AS) dua setengah kali lebih besar daripada nilai ekspor Indonesia ke AS. Vietnam juga mencatatkan surplus perdagangan ke Amerika lebih dari US$ 100 miliar yang menunjukkan bahwa ekspor mereka lebih besar ketimbang impor dari AS.
“Bapak Presiden melihat, tentu ini menunjukkan betapa kuatnya Vietnam melakukan reformasi dan mengekspor produk,” ucap Airlangga.
Adapun pemerintah telah meluncurkan skema pembiayaan baru bernama Kredit Industri Padat Karya (KIPK). Ini adalah skema kredit berbunga rendah yang ditujukan untuk membantu pelaku industri padat karya melakukan revitalisasi alat dan mesin produksi.
Skema KIPK tersebut diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian Nomor 4 Tahun 2025 sebagai bagian dari kebijakan Komite Pembiayaan UMKM. Selain untuk mendorong modernisasi industri, KIPK diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, kualitas dan kapasitas produksi. {}