Berita Golkar – Indonesia masih berusaha merayu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memberikan tarif resiprokal yang kecil. Sejumlah tawaran pun diberikan RI dalam proses negosiasi dengan AS.
Pemerintah Indonesia menawarkan peningkatan impor produk AS untuk menyeimbangkan neraca dagang kedua negara. Sebab, AS mengeluh neraca dagangnya dengan RI selalu defisit.
Proses negosiasi sudah berlangsung selama hampir 90 hari atau sejak April lalu, setelah Trump memberlakukan penundaan tarif kepada negara-negara mitra dagangnya untuk bernegosiasi. Tenggat waktu negosiasi pun akan berakhir pada 9 Juli 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, delegasi Indonesia sedang berada di Washington, D.C, AS untuk menyampaikan penawaran baru kepada AS. Penawaran itu mencakup impor dan investasi ke AS senilai 34 miliar dollar AS atau sekitar Rp 550 triliun (asumsi kurs Rp 16.195 per dollar AS).
Indonesia pun sudah menyampaikan penawarannya secara tertulis kepada US Trade Representative (USTR), US Secretary of Commerce, maupun US Secretary of the Treasury.
“Jadi kita trade defisit Amerika terhadap Indonesia 19 miliar dollar AS, tetapi yang kita offer (tawarkan) pembelian kepada mereka itu jumlahnya melebihi, yaitu 34 miliar dollar AS,” ujarnya dalam konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/7/2025), dikutip dari Kompas.
Dari besarnya tawaran tersebut, di antaranya mencakup pembelian produk minyak dan gas (migas) AS senilai 15,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 251 triliun.
Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung, impor produk energi dari AS itu terdiri dari liquefied natural gas (LNG), liquefied petroleum gas (LPG), dan minyak mentah.
“Untuk produk, kami sudah lakukan pemetaan dari ESDM. Yang pertama kan kita membutuhkan LPG, jadi untuk LPG kita juga akan meningkatkan impor dari Amerika. Kemudian crude (minyak mentah) untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Yuliot di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/7/2025).
“LNG termasuk salah satu komoditas yang diimpor dari AS,” imbuhnya.
Selain produk migas, peningkatan impor dari AS mencakup pula produk pertanian. Komoditas strategis dari AS yang berpotensi ditingkatkan jumlah impornya yakni gandum, kedelai, dan jagung. Meski begitu, Airlangga enggan merinci komoditas pertanian apa saja yang pastinya akan diimpor Indonesia dari AS dalam rangka meningkatkan nilai perdagangan kedua negara.
Sementara untuk investasi, RI menawarkan menaruh investasi di AS dengan melibatkan BUMN maupun Danantara. Hanya saja, ia enggan menyebutkan nilai investasi yang akan diberikan ke AS. Ia hanya mengungkapkan bahwa RI akan dilakukan penandatanganan perjanjian atau memorandum of understanding (MoU) antara Indonesia dengan mitra dagang di AS pada 7 Juli 2025.
Setelah penandatanganan tersebut, kata Airlangga, pemerintah akan mengungkapkan lebih rinci terkait kerja sama dagang yang disepakati dengan AS, termasuk soal sektor-sektor lainnya di luar migas dan agriku “Terkait detailnya nanti sesudah diumumkan (dari AS), baru kita umumkan juga,” ucapnya.
Airlangga target tarif AS untuk RI lebih rendah dari Vietnam Airlangga pun berharap Indonesia dikenakan tarif resiprokal yang lebih rendah dibandingkan Vietnam. Hal ini menyusul Vietnam telah mencapai kesepakatan dengan AS, di mana tarif impor atas produk-produk Vietnam dikenakan 20 persen, dan barang dari negara lain yang transit di Vietnam dikenai tarif 40 persen.
Sedangkan Indonesia masih mengupayakan negosiasi agar tarif yang semula dikenakan 32 persen bisa diperkecil. “Kalau Vietnam kan (dikenai tarif) 20-40 persen. Tentu kita berharap lebih baik dari itu,” ujar Airlangga.
Menurutnya, nilai kerja sama dagang dan investasi yang ditawarkan RI ke AS sebesar 34 miliar dollar, dan melampaui defisit perdagangan AS dengan RI yang sebesar 19 miliar dollar AS, menunjukkan keseriusan pemerintah untuk bernegosiasi.
Terlebih delegasi Indonesia juga masih berada di AS untuk terus mengupayakan negosiasi dengan negara adidaya tersebut. “Ini menunjukkan bahwa Indonesia Incorporated, antara pemerintah, regulator, pihak BUMN dan swasta, ini bersama-sama untuk merespons terkait dengan adanya pengenaan tarif resiprokal,” kata dia.
Ia menambahkan, Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang belum mencapai kesepakatan dengan AS. Sejauh ini yang sudah mencapai kesepakatan hanya Inggris, China dan Vietnam. Bahkan, kata Airlannga, kesepakatan AS dan China masih bersifat sementara.
“(Negara) yang belum itu lebih dari 100 negara. Yang sudah deal baru Inggis, China, dan Vietnam. China pun masih berlaku sementara 90 hari,” ucapnya. {}