Airlangga Hartarto Turun Gunung Selesaikan Carut Marut Persoalan di Industri Tekstil RI

Berita Golkar – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pemerintah sudah berpihak terhadap industri tekstil dan produk dari tekstil (TPT) dari tekanan bisnis yang terjadi akibat seretnya permintaan ekspor global.

Ia pun menegaskan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah banyak memberikan fasilitas fiskal terhadap sektor tersebut, sejak terkena tekanan bisnis dua tahun lalu. Menurutnya, masalah yang dihadapi industri itu memang murni akibat loyonya permintaan ekspor TPT.

“Dari dua tahun yang lalu, itu sudah terus muncul. Pemerintah sudah melakukan pemihakan dalam bentuk untuk pengaturan di sektor tersebut. Kemarin memang ada permintaan, untuk yang orientasi ekspor menjual ke dalam negeri,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, dikutip Sabtu (22/6/2024).

“Nah itu kemarin perlu ada rekomendasi teknis dan juga dari Kementerian Keuangan sudah memberikan fasilitas tertentu. Jadi tinggal operasionalisasi di sana,” tegasnya.

Yang harus dilakukan saat ini menurutnya memang perbaikan industri itu supaya bisa lebih berdaya saing tinggi. Salah satunya dengan menciptakan permesinan produksinya yang lebih efisien. Tanpa itu efisiensi produksi TPT akan tertinggal.

“Tentu harus ada program untuk terkait dengan permesinan yang lebih efisien. Karena di satu pihak ada TPT yang bermasalah, tetapi di pihak lain ada yang ekspansi, jadi itu harus dilihat, dan juga pada saat Covid pun ada perusahaan besar yang restrukturisasi, bahkan ada yang masuk ke pengadilan, jadi kita harus melihat keseluruhan,” ungkap Airlangga.

Saat ditemui di lokasi yang sama Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani menekankan, fasilitas fiskal yang diberikan pemerintah sudah mencapai Rp 8 triliun sendiri setiap tahunnya. Jumlah industri TPT yang memanfaatkan di kawasan berikat pun ratusan dari ribuan industri TPT.

“Jumlahnya bisa sampai Rp 8 triliun setahun bebas bea masuk, bebas pajak dalam rangka impor, untuk dukung ini khusus yang tekstil saja, TPT saja. Total yang lain bisa sampai puluhan triliun rupiah tapi bukan untuk TPT saja, tapi untuk TPT Rp 7-8 triliun dibebasin fiskalnya oleh Kemenkeu, malah kemenkeu dukung, supaya mereka bisa survive, kebijakan itu ada,” tutur Askolani.

Ia pun menganggap, sulit bagi Kemenkeu memberikan fasilitas fiskal tambahan, sebab insentif yang sudah ada itu maksimal. Maka, perlu ada perbaikan dari sisi industri untuk menghadapi permasalahan iklim bisnisnya yang saat ini disebabkan tekanan permintaan ekspor, dan adanya praktik dumping.

“Itu sudah maksimal, dan jumlahnya itu besae loh Rp 8 triliun, untuk TPT saja, yang non TPT bisa sampai ratusan triliun dikasih termasuk komoditi lain di kawasan berikat,” tutur Askolani.

“Dan itu sudah ada tiap tahun, jadi saya lihat dimanfaatkan, dan jumlah perusahaan itu banyak ribuan, yang nikmatin fasilitas itu ratusan perusahaan dan dia dapat sudah sejak bertahun-tahun lalu,” paparnya.

Ia pun membenarkan pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bahwa praktik dumping menjadi penyebab lain anjloknya bisnis TPT hingga menyebabkan banyak pemutusan hubungan kerja atau PHK. Namun, ia mengingatkan permasalahan itu sebetulnya sudah direspons melalui Permendag 36/2023 yang kini telah diperbarui melalui Permendag 8/2024.

“Itu juga yang disinyalir menteri perindustrian adalah ada dumping terhadap TPT yang masuk ke Indonesia, kemudian pemerintah keluarkan untuk itu dengan anti dumping, dengan perdagangan untuk lindungi tadi. Yang menjadi tantangannya yang dilihat domestik, jadi jangan lihatnya sempit, lihat ini faktanya sebab itu yang kita temukan di lapangan,” tutur Askolani.

Konsisten

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengingatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani agar konsisten dengan pernyataannya terkait serbuan barang impor. Dia meminta agar konsisten mendukung dan melindungi industri di dalam negeri.

Hal itu disampaikan Agus dalam keterangan resmi, merespons pernyataan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan DPD RI beberapa waktu lalu. Yang menyatakan penyebab maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil adalah persaingan bisnis yang kian ketat, sementara pasokan berlebih. Akibatnya, memicu praktik dumping atau upaya menjual barang ke luar negeri dengan harga lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri.

Menanggapi pernyataan itu, Agus menyatakan sepakat dengan Sri Mulyani. Dia mengatakan, dumping merupakan salah satu penyebab terpuruknya industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terjadi penurunan ekspor yang diakibatkan oleh permasalahan geopolitik global yang berimplikasi pada terjadinya penurunan daya beli dari konsumen di negara tujuan ekspor, serta sulitnya mengakses pasar ekspor karena adanya pembatasan barang impor melalui kebijakan tariff barrier dan nontariff barrier,” katanya, dikutip Jumat (21/6/2024).

“Selain itu, terdapat hasil produksi TPT di dunia yang tidak terserap oleh negara tujuan ekspor yang saat ini menerapkan restriksi perdagangan. Akibatnya, terjadi oversupply sehingga negara produsen melakukan dumping dan mencoba untuk mengalihkan pasar ke negara-negara yang tidak memiliki proteksi pasar dalam negeri, salah satunya ke Indonesia,” tambahnya.

Namun, menurut Agus, pernyataan dan kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai restriksi perdagangan sebagai salah satu penyebab meningkatnya PHK di sektor tekstil tak konsisten. Lewat kebijakan menghapus larangan dan pembatasan (lartas) bagi produk TPT hilir berupa pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi. Termasuk produk konsumsi lainnya, seperti alas kaki dan tas.

“Padahal, pemberlakuan lartas melalui pemberian Pertimbangan Teknis untuk impor merupakan salah satu langkah strategis untuk mengendalikan masuknya produk-produk yang merupakan pesaing dari produk-produk dalam negeri di pasar domestik, mengingat kebijakan-kebijakan pengendalian terhadap impor produk hilir tersebut lamban ditetapkan oleh kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan,” ucap Agus. {sumber}