Berita Golkar – Fenomena makan tabungan di tengah-tengah masyarakat menjadi perhatian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Ia mengatakan, fenomena itu dipicu oleh tabungan masyarakat yang banyak tersimpan saat Pandemi Covid-19. Kala itu, aktivitas masyarakat terbatas untuk mencegah penularan virus corona.
Namun, saat masa Covid-19 berakhir, Airlangga mengatakan, masyarakat mulai menggunakan tabungannya itu. Oleh sebab itu, ia menilai saat ini kondisi mantab atau makan tabungan itu masih aman. “Kemarin kan mereka banyak simpan karena Covid jadi ya relatif aman,” ucap Airlangga saat ditemui di kawasan M.H. Thamrin, Jakarta, Rabu (27/12/2023).
Ia pun masih meyakini, daya beli masyarakat masih akan terjaga hingga tahun depan, meskipun fenomena mantab ini muncul pada 2023. “Ya tentu tahun depan kita lihat berharap spending kan tetap menjadi andalan dan tentu penerimaan,” tegasnya.
Di sisi lain, pemerintah juga masih meninjau lebih jauh keberlanjutan fenomena makan tabungan ini. Dengan begitu, paket kebijakan untuk menjaga daya beli ke depan belum secara khusus disiapkan. “Ya kita lihat tahun depan,” ucap Airlangga.
Kondisi penyebab munculnya fenomena makan tabungan ini sebelumnya juga telah diungkap Bank Mandiri. Bank Mandiri melihat bahwa fenomena ini terjadi karena adanya akumulasi tabungan utamanya kelas menengah bawah, yang cukup tinggi di tahun 2022 akibat terjadinya pandemi dan pembatasan sosial. Masyarakat pun mulai menarik tabungannya pada 2023.
Menurut Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono, tren tingginya tabungan masyarakat seperti tahun 2022 tidak akan terjadi dalam jangka pendek di tahun 2024. Namun, ia melihat dampak dari fenomena makan tabungan ini sebenarnya adalah isu distribusi.
“Kalau kita lihat spending atau pun tabungan di kelas menengah dan atas itu masih relatif stabil, dan spending kelompok menengah atas proporsinya sekitar 86%, jadi cukup besar. Jadi isunya lebih ke arah distribusi yang memang konsumsi masyarakat menengah bawah akan terdampak karena memang savingnya sudah mulai berkurang,” kata Yudo di Macroeconomic Outlook, dikutip Kamis (21/12/2023).
Ia mengatakan dalam beberapa bulan terakhir, fenomena makan tabungan sebenarnya mulai berkurang. Jadi mulai melandai karena terjadi proses akumulasi dari tabungan itu sendiri.
Menurut Yudo, dampak makan tabungan ini dampaknya cukup terbatas pada konsumsi secara umum karena sumbangan masyarakat kelas menengah bawah terhadap total konsumsi relatif kecil. Ia mengatakan yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjaga masyarakat kelas bawah adalah dengan bantuan langsung tunai dan menjaga inflasi guna menjaga konsumsi masyarakat kelompok menengah bawah.
Adapun memasuki awal Desember, MSI mencatatkan angka 188,2, menunjukkan bahwa belanja masyarakat 88,2% lebih tinggi dibandingkan periode sebelum pandemi (Januari 2020). Secara bulanan, nilai belanja masyarakat di bulan November 2023 mencatatkan angka 177,8 lebih tinggi 40,1% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu (MSI Juli 2023 mencatatkan sebesar 126,9).
Secara kelompok pendapatan, belanja masyarakat dari kelompok terbawah-konsumen dengan saldo tabungan di bawah Rp 1 juta-mulai menunjukkan perlambatan. Secara bulanan, belanja masyarakat kelompok terbawah di November sedikit lebih rendah dibandingkan bulan Oktober 2023.
Di sisi lain penurunan tingkat tabungan kelompok ini, yang sejak Mei terus tergerus, mulai melandai. Hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya tabungan masyarakat kelompok bawah mulai berdampak pada belanja mereka. Sementara itu kelompok menengah-mereka dengan saldo tabungan Rp1-10 juta-relatif stabil dan berada pada kisaran 166,4. {sumber}