Berita Golkar – Pemerataan penyediaan akses layanan keuangan formal yang berkualitas dengan biaya terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat menjadi salah satu inisiatif yang terus didorong Pemerintah guna mengakselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 114 tahun 2020, Pemerintah telah menyiapkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) sebagai upaya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan peningkatan sistem keuangan yang inklusif tersebut.
Sejak penetapan SNKI pada tahun 2016 tersebut, tingkat inklusi keuangan terus mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar 3 poin persentase. Pada tahun 2023, tingkat inklusi keuangan di Indonesia tercatat sebesar 88,7%, atau lebih tinggi dari tahun 2022 yang sebesar 85,1%. Capaian tersebut juga lebih tinggi sebesar 0,7 poin persentase dari target yang ditetapkan untuk tahun 2023 yakni sebesar 88%.
“Capaian ini merupakan hasil dari kolaborasi dan sinergi program yang kuat di antara Kementerian/Lembaga, Bank Indonesia, OJK serta mitra pembangunan Pemerintah,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Koordinasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), Jumat (22/03).
Peningkatan keuangan inklusif nasional didorong dengan capaian tiga indikator utama berupa jangkauan akses, penggunaan produk keuangan, dan kualitas yang secara umum juga mengalami peningkatan signifikan. Hingga saat ini telah terdapat 53,9 juta rekening pelajar, 150,7 juta akun uang elektronik, dan 30 juta merchant QRIS.
Sementara itu, untuk program jaminan sosial terdapat 1,11 juta penyaluran Kartu Prakerja dan pembiayaan bersubsidi kepada 4,64 juta debitur KUR. Sedangkan, untuk menjangkau masyarakat di area perdesaan juga telah terdapat 1,18 juta agen Laku Pandai dan 932 ribu agen Layanan Keuangan Digital.
Meski tingkat inklusi keuangan telah menunjukkan pencapaian target secara nasional, namun Pemerintah perlu mengambil langkah untuk memangkas berbagai tantangan ke depannya seperti pengurangan kesenjangan tingkat inklusi keuangan dengan tingkat literasi, pengurangan disparitas antardaerah dan antarkelompok sosial-ekonomi, optimalisasi kepemilikan rekening pada berbagai kelompok masyarakat, peningkatan literasi digital, peningkatan perlindungan konsumen, penyediaan data keuangan inklusif yang terdisgregasi untuk kelompok-kelompok intervensi, hingga penguatan kelembagaan DNKI dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
Pemerintah akan terus melakukan penajaman pelaksanaan strategi nasional keuangan inklusif untuk tahun 2024, dengan target tingkat keuangan inklusif mencapai 90% dan target kepemilikan akun sebesar 80%. Selain itu, Pemerintah juga telah mencanangkan target keuangan inklusif dan literasi keuangan untuk jangka menengah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2025-2029, dengan rincian target penggunaan akun yang diharapkan meningkat sebesar 1% tiap tahun mulai dari 91% di tahun 2025 hingga 95% pada tahun 2029, dan target kepemilikan akun yang diharapkan meningkat sebanyak 2% per tahun mulai dari 82% di tahun 2025 hingga 90% pada tahun 2029.
“Pemerintah dengan melibatkan industri sektor keuangan dan mitra pembangunan juga telah merumuskan berbagai inisiatif program khususnya yang menyasar kelompok masyarakat yang belum terlayani oleh keuangan formal dalam rangka mencapai target inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun ini sesuai target dari Bapak Presiden selaku Ketua DNKI,” pungkas Menko Airlangga.
Di samping penentuan sejumlah target tersebut, Pemerintah saat ini juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Komite Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang menjadi momentum penguatan kelembagaan DNKI, optimalisasi koordinasi antara pusat dan daerah, serta penambahan fokus terhadap literasi keuangan.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut diantaranya yakni Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Ketua Badan Pusat Statistika, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kemenko Perekonomian, Juru Bicara Kemenko Perekonomian, serta sejumlah perwakilan Kementerian/Lembaga Anggota DNKI lainnya. {sumber}