Berita Golkar – Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Surabaya, Aldy Blaviandy menyampaikan kritik sekaligus masukan terhadap kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam memberantas praktik jukir liar.
Menanggapi langkah tegas seperti penyegelan toko modern dan operasi penertiban jukir pada 3 dan 10 Juni 2025, Aldy mengingatkan agar pendekatan represif tidak dijadikan satu-satunya cara. Ia menekankan pentingnya solusi yang lebih menyentuh sisi kemanusiaan dan sosial warga.
“Isu jukir liar bukan sekadar pelanggaran, tapi juga persoalan ekonomi. Jangan hanya main palu menyegel toko atau kejar-kejar jukir. Saatnya melibatkan masyarakat lokal, ciptakan sistem parkir yang bermartabat dan memberdayakan,” ujar Aldy, Rabu (11/6/2025), dikutip dari Nawacitapost.
Aldy mengusulkan agar Pemkot merekrut warga sekitar sebagai jukir resmi. Menurutnya, jika jukir diberi seragam, pelatihan, dan penghasilan tetap—meski sederhana—maka status sosial dan kebanggaan mereka akan terangkat.
“Jangan anggap enteng pekerjaan ini. Memberi mereka peran resmi bisa jadi solusi jangka panjang. Warga akan lebih bangga bekerja untuk pemerintah dibanding dipandang liar,” tegas anggota Komisi A DPRD Surabaya tersebut.
Ia mencontohkan keberhasilan sistem E-Parking yang diterapkan di kawasan Taman Bungkul, di mana 30 jukir resmi dikelola oleh Dinas Perhubungan dengan seragam dan tiket parkir resmi. “Model di Taman Bungkul bisa direplikasi. Jangan berhenti di satu titik saja,” imbuhnya.
Aldy juga mendorong sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha. Ia mengusulkan agar toko modern dilibatkan aktif menyediakan lahan parkir yang rapi dan mempekerjakan jukir resmi dari warga lokal.
“Ini bukan hanya penegakan aturan, tapi juga soal citra kota. Parkir yang tertib akan mendukung kenyamanan investor maupun pengunjung,” katanya.
Lebih jauh, ia mengusulkan pelibatan warga dalam memilih jukir melalui forum musyawarah lingkungan, seperti yang pernah diterapkan di Malang. Ia juga mengingatkan agar saluran pengaduan seperti Call Center 112 tidak menjadi alat adu domba warga.
“Warga harus merasa terlibat, bukan dicurigai. Kita bisa belajar dari kota lain. Di Tulungagung, pelatihan jukir bahkan bisa meningkatkan kompetensi hingga 31,41 persen,” urainya.
Meski mengapresiasi langkah Wali Kota Eri Cahyadi dalam mendorong sistem pajak parkir dan penggunaan teknologi E-Parking, Aldy mengkritisi sisi represi dari kebijakan yang diterapkan.
“Penyegelan toko modern mungkin efektif sesaat, tapi tidak menyentuh akar persoalan. Banyak jukir liar adalah warga yang hidup dalam tekanan ekonomi. Jangan hanya tunjukkan otoritas, tapi hadirkan harapan,” ucapnya.
Menurut Aldy, jika pendekatan pemerintah lebih terbuka, maka penyelesaian isu parkir bisa menjadi bagian dari peningkatan kesejahteraan dan membangun warisan kepemimpinan yang dikenang.
“Jika jukir liar bisa diubah menjadi tenaga resmi yang membanggakan, maka reputasi Surabaya akan harum bahkan setelah masa jabatan Wali Kota selesai,” pungkasnya.
Ia pun tak menutup mata terhadap tantangan seperti biaya pelatihan, resistensi dari kelompok jukir lama, hingga masih rendahnya adopsi sistem E-Parking akibat kendala teknis. “Tapi dengan komunikasi yang tepat dan kolaborasi lintas sektor, kita bisa ubah ‘setan parkir’ jadi pahlawan lokal,” tutup Aldy Blaviandy. {}