Ancam Industri Tembakau, Lamhot Sinaga Tolak Kebijakan Rokok Kemasan Polos Tanpa Merek

Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Lamhot Sinaga menegaskan bahwa Indonesia tidak meratifikasi dan telah konsisten menolak Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) karena mengancam industri tembakau nasional.

Namun, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berusaha menyusupkan aturan global tersebut melalui Rancangan Permenkes tentang penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.

“Terkait wacana penyeragaman kemasan rokok (tanpa identitas merek) dalam Rancangan Permenkes yang diambil dari aturan FCTC yang telah berlaku di beberapa negara, tentu saya tidak sepakat. Dari segi industri, ini tentu tidak menguntungkan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (10/4/2025), dikutip dari JawaPos.

Presiden Prabowo Subianto saat ini fokus memperbaiki ekonomi nasional dengan mendorong pembukaan lapangan kerja. Namun, upaya Kemenkes memaksakan aturan yang bersumber dari organisasi internasional yang sedang berpolemik itu, menurutnya malah berpotensi memperparah ketidakstabilan ekonomi nasional.

Jika penyeragaman kemasan rokok diterapkan, Lamhot menilai, ada elemen industri pendukung yang hilang dari rantai besar industri tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia.

Fakta menunjukkan industri tembakau Indonesia menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dalam rantai nilai yang panjang, mulai dari petani, buruh pabrik, pedagang, hingga pelaku industri kreatif.

Aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang bersumber dari FCTC justru akan memukul seluruh mata rantai ini dan berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan. “Industri ini memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara,” katanya.

Lamhot mengingatkan bahwa industri tembakau termasuk dalam salah satu industri asli Indonesia yang umurnya sangat panjang dan harus dilindungi dari intervensi kepentingan asing. Terutama kaitannya dengan campur tangan dalam kebijakan nasional, yang dapat mengancam kedaulatan negara.

Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak penuh untuk menentukan kebijakan pengendalian tembakau sesuai kondisi nasional, tanpa tekanan dari kepentingan asing.

Dia menambahkan, Indonesia membutuhkan kebijakan pengendalian tembakau yang bijak, yang menyeimbangkan segala aspek, termasuk perlindungan terhadap industri nasional dan lapangan kerja. Bukan kebijakan yang hanya mengejar kepentingan asing dan mengorbankan kedaulatan bangsa.

“Indonesia tidak bisa diintervensi dari negara manapun untuk meratifikasi FCTC atau tidak,” pungkasnya. {}