Daerah  

Andi Satya Soroti Krisis Lingkungan di Kaltim, Desak Raperda Perlindungan Lingkungan Hidup

Berita GolkarFraksi Partai Golkar DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang tengah dibahas oleh legislatif dan Pemerintah Provinsi Kaltim.

Pandangan fraksi disampaikan oleh Andi Satya Adi Saputra, juru bicara Fraksi Golkar, dalam Rapat Paripurna ke-23 DPRD Kaltim di Gedung B, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Senin (14/7/2025).

Andi menyatakan bahwa Raperda ini merupakan upaya penyempurnaan dari dua perda terdahulu Perda Nomor 1 Tahun 2014 dan Perda Nomor 2 Tahun 2011 yang dinilai tidak lagi relevan dengan dinamika dan kerusakan lingkungan saat ini.

“Permasalahan lingkungan hidup sekarang jauh lebih kompleks. Diperlukan kebijakan yang adaptif dan progresif,” tegas Andi, dikutip dari Kaltimedia.

Ia menyoroti data Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kaltim yang sempat turun hingga titik terendah pada 2020–2022 sebesar 74,46, dan baru mulai membaik dalam dua tahun terakhir. Namun, penurunan kualitas air sungai dan air laut justru menjadi tantangan baru.

“Pengawasan terhadap pencemaran air, terutama di wilayah perairan, perlu diperketat secara sistematis,” imbuhnya.

Fraksi Golkar juga menyoroti masalah pengelolaan sampah yang masih jauh dari kata ideal. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah, serta sistem pengangkutan dari rumah ke TPS yang belum optimal, menjadi perhatian khusus.

“Kami mendorong metode sanitary landfill untuk menggantikan praktik open dumping yang masih sering terjadi,” ujar Andi.

Penerapan teknologi modern, serta pendekatan berbasis komunitas, menurutnya bisa menjadi solusi jangka panjang untuk menjadikan sampah sebagai sumber ekonomi baru.

Dalam raperda yang sedang dibahas, tercantum pula soal daya dukung dan daya tampung lingkungan. Fraksi Golkar meminta Pemprov Kaltim agar lebih selektif dalam penerbitan izin usaha, khususnya bagi kegiatan industri dan pertambangan yang berisiko merusak lingkungan.

Andi menekankan pentingnya pengawasan terhadap aspek Amdal, UKL-UPL, dan STPL, serta mendorong penggunaan teknologi ramah lingkungan oleh perusahaan.

“Berapa banyak izin yang diawasi secara berkala? Apakah perusahaan benar-benar patuh? Ini harus jelas dan transparan,” tegasnya.

Andi juga mengulas beberapa insiden pencemaran lingkungan yang pernah terjadi di Kaltim, seperti Pencemaran Sungai Lawang (Kubar) akibat aktivitas perkebunan, Perubahan warna Sungai Jembayan karena limbah industri, Paparan mikroplastik dan logam berat di Sungai Mahakam, Kerusakan mangrove karena ekspansi pelabuhan dan alih fungsi lahan, Tumpahan minyak Teluk Balikpapan (2018), dan Lubang tambang yang merenggut 47 nyawa selama 2011–2024.

Ia juga menyinggung peristiwa kebocoran sumur minyak Pertamina di Sanga-Sanga pada April 2025 yang menyebabkan kualitas air minum warga terganggu.

Tak kalah penting, deforestasi lebih dari 44.000 hektar sepanjang 2024 turut memperburuk kualitas lingkungan hidup di wilayah ini.

Fraksi Golkar berharap agar Raperda yang sedang dirumuskan tidak hanya menjadi dokumen simbolik, melainkan benar-benar menjadi landasan kuat dan operasional untuk perlindungan lingkungan hidup yang berkelanjutan di Kalimantan Timur.

“Kita butuh peraturan yang tegas, implementatif, dan berpihak pada kelestarian lingkungan, bukan hanya catatan di atas kertas,” tutupnya. {}