Berita Golkar – Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk tahun anggaran 2026 mengalami penurunan signifikan. Jumlahnya terkoreksi menjadi Rp5,4 triliun dari sebelumnya Rp6,4 triliun pada APBD 2025. Penurunan ini diumumkan di Mataram pada Sabtu, 8 November.
Penurunan APBD NTB 2026 ini disebabkan oleh pengalihan dana transfer ke daerah (TKD) oleh pemerintah pusat sebesar lebih dari Rp1 triliun. Dana transfer yang berkurang ini berdampak besar pada kondisi fiskal daerah. Kondisi ini membuat postur anggaran daerah menjadi lebih menantang.
Wakil Gubernur NTB, Indah Dhamayanti Putri menyatakan bahwa kondisi ini harus dijadikan momentum inovasi. Pemerintah Provinsi NTB dituntut untuk lebih cerdas dan cermat dalam mengalokasikan pendapatan. Prioritas pembangunan menjadi fokus utama di tengah keterbatasan anggaran, dikutip dari Merdeka.
Dampak Pengurangan Dana Transfer Pusat
Penurunan signifikan pada APBD NTB 2026 ini secara langsung dipicu oleh kebijakan pemerintah pusat. Dana transfer yang semula berjumlah Rp3,4 triliun lebih pada APBD 2025 kini turun menjadi Rp2,4 triliun lebih. Ini merupakan koreksi sebesar 29,01 persen.
Wakil Gubernur NTB, Hj Indah Dhamayanti Putri, menjelaskan bahwa “Penurunan transfer pusat yang cukup signifikan telah berdampak pada hilangnya kantong-kantong pendanaan untuk belanja urusan pemerintahan kita.” Pernyataan ini menunjukkan betapa besar pengaruh kebijakan tersebut terhadap kemampuan fiskal daerah.
Kondisi fiskal yang menantang ini memaksa Pemerintah Provinsi NTB untuk meninjau ulang seluruh alokasi anggaran. Banyak program yang sebelumnya didanai dari transfer pusat kini harus mencari sumber pendanaan alternatif. Situasi ini memerlukan adaptasi cepat dari seluruh jajaran pemerintah daerah.
Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Moh Faozal, mengakui bahwa penurunan ini pasti akan berdampak pada berbagai sektor. Ia menyebutkan bahwa koreksi anggaran mencapai hampir Rp1,1 triliun. Hal ini menegaskan perlunya penyesuaian besar dalam perencanaan keuangan daerah.
Strategi Efisiensi dan Prioritas Pembangunan
Menghadapi kondisi APBD NTB 2026 turun, Pemerintah Provinsi NTB berencana menerapkan berbagai strategi efisiensi. Salah satunya adalah rasionalisasi belanja perjalanan dinas, belanja alat tulis kantor (ATK), dan belanja pemeliharaan kendaraan. Langkah ini diharapkan dapat menghemat anggaran operasional.
Wagub NTB menekankan pentingnya inovasi dalam menghadapi keterbatasan fiskal. Menurutnya, “Semakin sempitnya celah fiskal, kita dipacu untuk dapat secara cerdas dan cermat mengalokasikan pendapatan yang ada ke dalam belanja yang menjadi prioritas pembangunan.” Ini menunjukkan komitmen untuk tetap fokus pada program esensial.
Meskipun ada pemotongan anggaran, program-program prioritas nasional tetap akan dikawal. Program seperti MBG, Kopdes Marah Putih, dan Sekolah Rakyat akan terus mendapatkan dukungan. Pemerintah daerah akan berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan provinsi untuk memastikan kelanjutan program ini.
Pemerintah Provinsi NTB optimis terhadap peningkatan kapasitas fiskal daerah di masa mendatang. Mereka akan terus merancang alokasi belanja secara efisien dan produktif. Fokus utama tetap pada belanja operasional, belanja modal, belanja tidak terduga, dan belanja transfer yang efektif.
Proyeksi Anggaran dan Defisit Fiskal
Rancangan KUA-PPAS 2026 menunjukkan postur anggaran yang berubah signifikan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dianggarkan naik sebesar 5,39 persen, dari Rp2,8 triliun lebih pada APBD 2025 menjadi Rp2,9 triliun lebih. Ini menjadi salah satu harapan untuk menopang keuangan daerah.
Sementara itu, belanja daerah untuk tahun anggaran 2026 direncanakan sebesar Rp5,5 triliun. Angka ini berkurang sekitar Rp940 miliar dari anggaran APBD 2025 yang berjumlah Rp6,4 triliun. Penurunan belanja daerah ini mencapai 14,47 persen dari tahun sebelumnya.
Dalam rancangan KUA dan PPAS tahun 2026, terdapat proyeksi defisit anggaran. Defisit ini diperkirakan mencapai sekitar Rp65,92 miliar. Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pendapatan dan belanja yang perlu diatasi melalui kebijakan fiskal yang cermat.
Penyerahan rancangan KUA dan PPAS 2026 ke legislatif merupakan tahap awal dari proses penyusunan APBD. Proses ini didasarkan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2026. Ini menandai dimulainya pembahasan intensif untuk finalisasi anggaran daerah. {}













