Berita Golkar – Anggota Komisi VIII DPR RI, Aprozi Alam, menegaskan pentingnya persiapan matang dan komunikasi intensif dalam menghadapi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2026. Menurutnya, ada dua langkah utama yang harus dilakukan oleh pihak terkait di Indonesia.
Pertama, seluruh pihak yang terlibat perlu banyak belajar dari Kementerian Agama, khususnya Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, mengenai tata cara pelaksanaan haji yang akan datang. Hal ini diperlukan agar seluruh proses berjalan sesuai ketentuan dan pengalaman yang sudah ada.
Langkah kedua yang ditekankan Aprozi adalah memperkuat komunikasi dengan Kementerian Haji Arab Saudi. Dengan komunikasi yang intensif, Indonesia dapat mengetahui secara pasti persyaratan terbaru yang akan diberlakukan bagi calon jemaah haji pada tahun 2026.
Segala perubahan regulasi atau kebijakan dari pihak Arab Saudi dapat diantisipasi sejak dini sehingga tidak menimbulkan kebingungan di kalangan jemaah maupun penyelenggara.
“Langkah pertama yang harus dilakukan adalah banyak belajar kepada Kementerian Agama, khususnya Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, mengenai pelaksanaan haji yang akan datang. Selain itu, komunikasi dengan Kementerian Haji Arab Saudi juga sangat penting untuk mengetahui persyaratan terbaru yang akan diberlakukan bagi jemaah haji Indonesia pada tahun 2026. Dengan demikian, segala perubahan regulasi dari pihak Arab Saudi dapat diantisipasi sejak dini agar tidak menimbulkan kebingungan di kalangan jemaah maupun penyelenggara,” tegasnya usai mengikuti kunjungan kerja spesifik komisi VIII DPR RI ke Embarkasi Batam, Kamis (3/7/2025), dikutip dari laman DPR RI.
Aprozi mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada pengumuman resmi dari Kementerian Haji Arab Saudi terkait jumlah kuota haji yang akan diberikan kepada Indonesia untuk tahun 2026. Ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat profesional dalam mengelola administrasi haji, sehingga siap menghadapi tantangan waktu yang terbatas.
Selain itu, Legislator Golkar ini menyoroti adanya inovasi teknis pada tahun 2025, seperti penggunaan kartu nusuk yang dibagikan oleh Arab Saudi kepada jemaah Indonesia. Ia berharap proses ini dapat dipermudah dan disederhanakan pada tahun 2026, termasuk dalam hal jumlah syarikah (perusahaan penyelenggara layanan haji di Arab Saudi) yang sebaiknya tidak terlalu banyak, cukup dua saja, agar tidak membingungkan jemaah Indonesia.
“Adanya perubahan regulasi pada tahun 2025, seperti kurangnya sosialisasi dari pihak Arab Saudi, harus dijadikan pelajaran untuk perbaikan ke depan. Inovasi teknis seperti penggunaan kartu nusuk diharapkan dapat dipermudah dan disederhanakan pada tahun 2026, termasuk dalam hal jumlah syarikah agar tidak membingungkan jemaah Indonesia,” tambahnya.
“Tidak semua jemaah haji Indonesia melek teknologi. Banyak di antara mereka berasal dari desa dan tidak memiliki akses ke perangkat Android atau internet. Oleh karena itu, kebijakan dan persyaratan haji harus mempertimbangkan kondisi masyarakat yang beragam ini,” tutupnya.
Kunjungan kerja spesifik Komisi VIII DPR RI ke Embarkasi Batam menyoroti pentingnya peningkatan kualitas pelayanan dan perlindungan hak jemaah haji, mitigasi permasalahan seperti masa tunggu yang panjang, serta pelayanan bagi jemaah lanjut usia. Komisi VIII DPR RI menegaskan komitmennya untuk terus mengawasi dan mendorong perbaikan penyelenggaraan ibadah haji demi perlindungan dan kenyamanan jemaah Indonesia. {}