Berita Golkar – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menyelesaikan hasil kajian riset terhadap Candi Borobudur yang telah dimulai sejak tahun 2022. Dalam laporannya, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengemukakan pihaknya bersama Kemendikbud, BUMN, PT TWC dan Kemenparekraf telah melakukan kaji ulang Heritage Impact Assessment (HIA) yang kemudian telah diserahkan Kemenkomarves ke UNESCO di Paris pada tahun 2023 dan secara prinsip telah bisa diterima meskipun belum ditetapkan oleh UNESCO.
Terkait hal itu, Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Patijaya menginginkan BRIN semakin meningkatkan koordinasi dengan Kemdikbud sebagai katalisator penghubung dalam mengakselerasikan Candi Borobudur sebagai daerah pariwisata yang tetap menjadi kebanggaan Indonesia. Khususnya, sebagai world heritage site dan juga kebanggaan Umat Buddha Indonesia yang salah satunya melalui pemasangan chatra di puncak Borobudur.
“Yang kami perlukan adalah bagaimana langkah-langkah berikutnya di dalam mempersiapkan Heritage Impact Assessment. Kami intinya menginginkan BRIN lebih meningkatkan koordinasinya dengan Kemendikbud. Jadi, sebagai katalisator penghubung. Kami mengerti bahwa yang namanya konservasi itu juga kita menjaga kelestarian dan sebagainya, tetapi juga jangan kaku-kaku amat,” ujarnya saat RDP dengan Kepala BRIN di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Dengan demikian, ungkap Bambang Patijaya yang juga Sekjen Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) ini, ketiga aspek spiritual, aspek konservasi dan aspek ekonomi komersial ini dapat tercapai. “Sehingga akan dicapai satu titik keseimbangan baru sehingga kemudian semuanya bisa optimal. Ini yang kami harapkan dukungan daripada BRIN,” tandas Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut.
Sebagaimana diketahui, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam paparannya saat rapat menuturkan terdapat dua isu yang menjadi concern BRIN. Pertama yaitu pada saat tahun 2022 adanya ancaman pencabutan status world heritage oleh UNESCO terhadap Candi Borobudur akibat pembangunan fasilitas baru yang waktu itu masih kurang terkoordinasi dengan Kemendikbud.
Poin kedua, sejak 2023 yaitu pemasangan chatra untuk penguatan status Borobudur sebagai pusat ibadah Umat Buddha. Pada prinsipnya, BRIN bersama Kemenag khususnya Ditjen Bimas Buddha, Kemdikbud, Kemenkomarves, Kemenparekraf serta BUMN telah memberi solusi jalan tengah bahwa chatra memiliki justifikasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari sisi arkeologi. Sehingga tidak perlu ditakutkan adanya potensi akan merusak keaslian seperti yang disampaikan para budayawan.
“Kami mengusulkan bentuk chatra yang berbeda yang lebih sesuai dengan relief yang selama ini sudah ada dan sudah dianalisa secara digital oleh periset arkeologi di BRIN, serta juga berbasis data pengukuran dari batu eks catra yang sudah ditemukan meskipun itu tidak utuh. Saya berharap itu akan segera bisa diputuskan khususnya oleh Kemendikbud dan juga diterima oleh Kementerian Agama sebagai solusi jalan tengah dan yang bisa dipertanggungjawabkan baik dari sisi arkeologi, agama dan juga pariwisata,” paparnya. {sumber}