Berita Golkar – Indonesia perlu segera memiliki Undang-Undang Keamanan Siber untuk memperkuat ketahanan siber Indonesia.
Terlebih, perkembangan teknologi digital yang sangat pesat dapat mengancam keamanan, pertahanan dan kedaulatan Indonesia. Selain, memunculkan kemungkinan timbulnya peperangan generasi kelima, berupa peperangan siber di dunia digital.
“Insiden ‘blue screen of death’ beberapa hari lalu harus menjadi perhatian pemerintah dan DPR untuk memperkuat keamanan siber Indonesia,” kata Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam keterangannya yang dikutip Kamis (25/7).
Menurut Bamsoet, perusahaan keamanan siber CrowdStrike asal Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8,5 juta perangkat komputer yang menggunakan windows terkena dampak.
“Sejumlah layanan publik di berbagai negara juga mengalami gangguan serentak secara massal. Sehingga mengakibatkan kerugian material dan immaterial yang tidak sedikit,” ujar Bamsoet.
Bamsoet menilai Indonesia masih rentan dengan serangan siber, seperti malware, ransomware, phishing, dan serangan DDoS. Bahkan pada Juni lalu, kata Bamsoet, server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) terkena serangan siber berjenis ransomware dengan nama braincipher ransomware.
Hal itu mengakibatkan lebih dari 40 lembaga di Indonesia, termasuk kementerian, terdampak oleh serangan siber pada PDNS selama beberapa hari. Penyerang meminta uang tebusan sebesar 8 juta dolar AS.
“Ransomware tersebut adalah pengembangan terbaru dari ransomware Lockbit 3.0, LockBit 3.0 sendiri merupakan kejahatan terorganisasi ransomware yang memiliki motivasi uang,” kata Bamsoet.
Kelompok ini menyebarkan 928 postingan leak sites atau 23 persen dari keseluruhan serangan di dunia, termasuk di Asia Pasifik. Pada Mei 2023, kelompok ini juga berhasil melumpuhkan sistem Bank Syariah Indonesia serta mencuri data nasabah dan mempostingnya di darkweb. {sumber}