Berita Golkar – Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menyerahkan surat jawaban Pimpinan MPR Nomor: B-13721/HK.00.00/B-VII/MPR/09/2024 kepada keluarga Presiden RI kedua Soeharto pada Sabtu (28/9/2024). Surat ini berisikan keputusan untuk menghapus nama Soeharto di dalam Ketetapan (TAP) XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau KKN.
“Pada forum ini pimpinan MPR akan menyerahkan sebuah dokumen kepada perwakilan keluarga besar mantan Presiden Suharto untuk merespons dan menindaklanjuti surat dari Fraksi Partai Golkar yang diajukan kepada kami pimpinan MPR,” kata Bambang Soesatyo alias Bamsoet di Ruang Delegasi, Nusantara IV, kompleks Senayan, Jakarta dikutip dari Tempo.
Sebelumnya, penghapusan nama Presiden Soeharto dari TAP XI/MPR/1998 disepakati pada Rabu, 25 September 2024. Bamsoet menyebut, usulan penghapusan ini sebelumnya diajukan oleh Fraksi Partai Golkar kepada pimpinan MPR pada 18 September 2024.
“Surat dari Fraksi Partai Golkar, tanggal 18 September 2024, perihal kedudukan Pasal 4 TAP Nomor XI/MPR 1998,” kata Bamsoet dalam sidang akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024 di Gedung Nusantara.
Berdasarkan rapat gabungan pimpinan, telah disepakati untuk menjawab surat tersebut. Pimpinan MPR rapat bersama pimpinan fraksi dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 23 September.
“Terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998 tersebut secara diri pribadi, Bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan, karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” ujar Bamsoet.
Pasal 4 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 menyebutkan, upaya pemberantasan KKN harus dilakukan dengan tegas dan tanpa pandang bulu, termasuk terhadap Presiden RI kedua Soeharto. TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 ditetapkan di Jakarta pada 13 November 1998 ketika jabatan Ketua MPR dipegang oleh Harmoko.
“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia,” demikian bunyi Pasal 4 ketetapan tersebut. {}