Berita Golkar – Tiga tokoh senior Partai Golkar menyatakan serta menolak adanya gerakan kelompok mengatasnamakan partai untuk diadakannya munaslub ingin menyingkirkan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Pohon Beringin ini.
Menanggapi pernyataan sikap ketiga tokoh tersebut. Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Firman Soebagyo mengapresasi sikap para tokoh tersebut. Dan menurutnya, harusnya kader-kader partai dapat meniru cara teladan dari tiga tokoh tersebut dalam merawat partai Golkar.
“Sudah seharusnya kalau ada pimpinan tertinggi partai sedang menghadapi cobaan seharusnya semua elemen partai harus ikut memberikan support dan memberi dukungan moral sebagai bentuk empati kader partai kepada pimpinanya dan ini pernah dilakukan kader PG ketika Ketum Akbar Tandjung dilanda kasus Bologate?!,” kata Firman kepada wartawan, Jumat (4/8).
Firman yang juga Ketua Umum IKKP ini sangat menyayangkan, justru terjadi saat ini malah ada sekelompok kader membuat gaduh dalam internal partai ingin melengserkan ketumnya melalui munaslub. Disamping Waketum Soksi ini justru balik bertanya dengan heran
bahwa harusnya ada kesadaran tinggi semua elemen dan kader Golkar untuk merapatkan barisan untuk mendukung dan mempersiapkan barisan dalam persaingan pesta demokrasi melalui pemilu tinggal beberapa bulan lagi bukan gerakan munaslub.
Ia melanjutkan posisi Golkar saat ini dan itu diawali dari pasca reformasi siapapun tidak mudah menjadi puncuk pimpinan Ketua Umum Partai Golkar,karena dengan tantangan dan dinamika politik sudah berbeda dan ini tidak terjadi hanya kepada Airlangga Hartarto tetapi para Ketua Umum Partai Golkar sebelumnya juga dihadapkan dengan persoalan sama terjadi disetiap menghadapi pemilu terkait capres maupun cawapres.
“Kenapa demikian, karena Golkar memang selalu dihadapkan kepada problem belum dapatnya pemenuhan perolehan Pemilu untuk mencapai Presiden Threshold 20% menjadi syarat utama dalam Pilpres sesusi UU Pemilu, akhirnya Golkar harus membentuk partai koalisi untuk menenuhi PT Pilpres dan itupun tidak semudah diperkirakan, karena dalam koalisi pasti ada persyaratan-persyaratan tertentu dari masing-masing partai harus terpenuhi dan itu yang sulit untuk mencapai titik temu atau terpenuhi dan mencapai kesepakatan,” ujar anggota Komisi IV DPR ini.
Belum lupa dari ingatan bersama ketika ketum pak JK juga injuri time baru mencalonkan presiden berpasangan dengan Wiranto sebagai cawapresnya ketika gagal dalam negoisasi untuk mencalokan kembali ke masa jabatan kedua kali bersama SBY, Namun ketika itu masih diuntungkan karena partai Hanura koalisi dengan Golkar dapat memenuhi 20 persen PT Pilpres di DPR.
Dan untuk pemilu berikutnya pengalaman pahit menimpa Golkar ketika itu ketum Aburizal Bakrie (ARB) awalnya di gadang-gadang akan dipasangkan dengan Capres PDIP Megawati. Ketika itu ketum ARB juga sudah berjuang maksimal serta menjalankan mandat partai dan sudah bekerja keras tetapi terpaksa menelan pil pahit karena injuri time PDIP juga tidak mau berpasangan atau koalisi dengan Golkar.
“Itulah semua fakta fakta proses dan perjuangan politik selalu terjadi, dan seharusnya itu disadari oleh mereka membuat gerakan Munaslub. Jangan sebaliknya seperti terjadi sekarang ini justru menyalahkan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum,” sesal Firman.
Firman menilai, semua fakta dan kenyataan sebuah proses politik tidak mudah seperti ini bukan dihadapi oleh Airlangga Hartarto saja tetapi juga menimpa para Ketum Golkar sebelumnya.
“Kenapa Airlangga Hartarto harus disalahkan padahal beliau juga sudah bekerja keras dan berusaha untuk menjalankan keputusan Munas hingga Rapimnas scecara maksimal mulai dari terbentuknya koalisi KIB dan memprakarsai penolakan sistem pemilu dengan tertutup di JR di MK,” terangnya.
Bahkan belum lupa dari ingatan ketika ketum Golkar dijabat Akbar Tandjung Golkar juga membuat terobosan baru melalui penyelenggaraan konvensi dan akhinya capres dan cawapresnya juga dikalahkan pasangan SBY dan JK ketika itu JK mengambil sikap dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari poses konvensi tersebut dan memilih menjadi cawapres berpasangan dng SBY dan proses itu dirinya pun terlibat langsung akhirnya saya dipecat dari anggota Golkar PG bersama almarhum Fahmi Idris, Burhanudin Napitupulu dan Anton Lesiange dan beberapa kader lain dan Keamggotaan semua dipulihkan kembali setelah Munas Bali saat JK jadi ketua umum.
“Jadi semua fakta-fakta tersebut sudah banyak terjadi karena saya juga salah satu kader menjadi saksi sejarah proses politik di partai Golkar. Karena itu, jangan semua disalahkan Airlangga Hartarto semata,” tegas legislator dapil III meliputi, Pati, Rembang dan Gerobongan ini
Diberitakan sebelumnya, Tiga unsur Ketua Dewan DPP Partai Golkar solid mendukung kepemimpinan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie (Ical), Ketua Dewan Kehormatan Akbar Tandjung, dan Ketua Dewan Pakar Agung Laksono tegas menolak wacana Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Dukungan ini disampaikan ketiga Ketua Dewan dalam silaturahmi dengan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto di Plataran Menteng, Jakarta Pusat.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Lodewijk F Paulus yang mendampingi Airlangga dalam pertemuan tersebut mengungkap, silaturahmi berlangsung cair dan penuh kekeluargaan. Sambil makan malam, diselingi canda tawa.
“Para Ketua Dewan: Pak Ical, Pak Agung, dan Pak Akbar Tandjung menegaskan dukungan, agar Airlangga menyelesaikan periodesasi kepemimpinan Ketum Golkar hingga 2024 dan menolak gagasan Munaslub,” beber Lodewijk. {sumber}