Berita Golkar – Di tengah peliknya masalah kemiskinan struktural dan keterbatasan akses pendidikan di daerah, ada secercah harapan yang muncul dari tangan-tangan kebijakan yang berpihak.
Di Kabupaten Brebes, salah satu daerah dengan tantangan sosial ekonomi cukup kompleks, Agung Widyantoro, Anggota Komisi X DPR RI, menjadikan aspirasi masyarakat sebagai dasar perjuangan riil: memastikan anak-anak dari keluarga miskin dan rentan tidak terputus pendidikannya.
Pada tahun 2025 ini, Agung mendorong realisasi aspirasi Program Indonesia Pintar (PIP) bagi hampir 50.000 pelajar dari tingkat SD hingga SMK.
Tak berhenti di sana, hampir 1.000 mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu juga berhasil memperoleh KIP Kuliah, termasuk 60 mahasiswa Universitas Muhadi Setiabudi (UMUS) Brebes.
Ia merujuk pada amanat konstitusi dan kebijakan strategis pemerintah yang mengalokasikan 20 persen dari APBN untuk pendidikan nasional.
Namun menurutnya, angka besar itu hanya berarti bila hadir dalam bentuk kebijakan yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat. Program PIP dan KIP Kuliah merupakan perwujudan paling konkret.
Melalui jalur aspirasi DPR RI, Agung Widyantoro yang juga Wakil Ketua MKD tak hanya menyampaikan suara rakyat, tapi juga mengawalnya hingga penerima manfaat benar-benar menerima haknya dari pendataan, verifikasi, hingga realisasi dana.
KIP Kuliah bukan sekadar dana tunai untuk membayar uang kuliah. Program ini merupakan investasi negara untuk mencetak generasi unggul dari kelompok paling rentan. Oleh sebab itu, mahasiswa penerima diwajibkan, Menjaga IPK minimal 3.00, Tidak boleh menikah selama masa studi, dan Tidak boleh berhenti kuliah di tengah jalan.
“Aturan ini menjadi bentuk tanggung jawab moral dan akademik bahwa bantuan yang diberikan negara harus dibalas dengan dedikasi dan prestasi,” jelasnya.
Eka Herawati: “Kalau Tidak Ada KIP, Keponakan Saya Tidak Akan Kuliah”
Cerita datang dari Eka Herawati, warga Kelurahan Pasarbatang, Kecamatan Brebes. Dalam kesederhanaan rumahnya, ia menyimpan kebahagiaan tak terkira. Keponakannya, yang berasal dari keluarga single parent, akhirnya bisa kuliah berkat KIP Kuliah.
“Ibunya buruh harian. Saya sendiri bingung waktu anaknya lulus SMA tapi nggak ada biaya buat kuliah. Lalu saya dengar soal KIP dari sosialisasi di kelurahan. Kami daftar, dan alhamdulillah… cuma dua hari, prosesnya selesai. Anak itu sekarang kuliah. Terima kasih Pak Agung, tanpa bantuan ini mungkin cita-citanya terhenti,” ujarnya dengan mata berkaca.
Aspirasi PIP dan KIP yang disalurkan Agung Widyantoro masih akan dibuka dalam dua tahap lanjutan. Artinya, ribuan siswa dan mahasiswa dari keluarga miskin lainnya masih memiliki harapan untuk mengejar pendidikan hingga tuntas.
Program ini pun sejalan dengan upaya strategis meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah. Di Brebes, di mana angka putus sekolah dan perkawinan dini masih tinggi, program ini bisa menjadi pemutus mata rantai kemiskinan yang diwariskan turun-temurun.
Ia terus mendorong pemerintah pusat untuk menyederhanakan proses verifikasi penerima bantuan dan Meningkatkan kuota KIP Kuliah untuk daerah miskin.
“Dan juga untuk membangun ekosistem pendidikan yang tidak diskriminatif bagi anak-anak dari latar belakang rentan,” katanya.
Menurutnya, anak buruh tani, buruh pabrik, janda tanpa penghasilan tetap, bahkan anak yatim pun berhak untuk duduk sejajar di bangku universitas. “Pendidikan itu tangga sosial terakhir yang masih bisa dipanjat oleh rakyat kecil,” jelasnya.
Dalam berbagai kunjungan kerjanya di daerah, Agung kerap menekankan bahwa aspirasi masyarakat harus berubah menjadi program nyata, bukan hanya narasi populis. Ia ingin memastikan setiap anak di Brebes dan daerah pemilihannya punya kesempatan setara untuk maju.
“Kita tidak bisa memilih dilahirkan dari keluarga kaya atau miskin. Tapi negara bisa memili, mau berpihak kepada mereka yang sudah mapan, atau kepada mereka yang masih merangkak naik. KIP dan PIP merupakan keberpihakan,” pungkasnya. {}