Berita Golkar – Pihak DPR RI mendesak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Pertahanan (Kemhan) melakukan investigasi terkait dugaan tiga BUMN memasok atau menjual senjata secara ilegal ke junta militer myanmar.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldy, Rabu (4/10/2023). Menurut Bobby, dugaan tiga BUMN pasok senjata ke junta militer Myanmar itu adalah tuduhan yang serius.
“BUMN kita ini adalah sebuah tuduhan yang sangat serius dan saya rasa perlu ditindaklanjuti apakah ini benar atau tidak,” kata Bobby.
“Sepengetahuan kami, ekspor senjata oleh BUMN kita adalah tahun 2020 untuk ke Myanmar dan itu adalah sebelum adanya kudeta di Februari tahun 2021,” tuturnya.
“Apakah ini berlanjut setelah adanya kudeta atau memang hanya ada salah pemberitaan atau komunikasi. Ini saya rasa pihak Kementerian Luar Negeri dan juga Kementerian Pertahanan perlu untuk memeriksa dan menginvestigasi,” ujarnya.
“Karena sebagai keketuaan Indonesia dalam ASEAN adalah salah satunya untuk menyelesaikan dan meredakan konflik di Myanmar, dan ini saya rasa sudah menjadi suatu kebulatan tekad dan juga Indonesia untuk turut serta menciptakan perdamaian di Myanmar,” imbuhnya.
Bobby pun berharap tuduhan ini tidak benar karena Indonesia berkomitmen untuk menyelesaikan konflik di Myanmar.
“Jadi saya sebagai anggota Komisi I mengharapkan segera ditindaklanjuti tuduhan ini dan saya berharap bahwa hal ini tidak benar,” lanjutnya.
“Dan kami juga masih percaya bahwa Indonesia tetap akan menjadi yang terdepan dalam memimpin mewujudkan perdamaian di Myanmar dan menyelesaikan konflik dan juga melindungi masyarakat di sana,” pungkas Bobby.
Sebelumnya, penggiat HAM telah mendesak Indonesia untuk menyelidiki dugaan penjualan senjata oleh tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Myanmar. Ketiga BUMN tersebut adalah PT PINDAD, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Beberapa pegiat HAM, yang diwakili oleh pengacara mereka, Feri Amsari, bahkan telah mengajukan laporan ke Komnas HAM terkait dugaan tersebut pada Senin (2/10/2023).
Mereka berpendapat bahwa tindakan ini perlu dilakukan mengingat Indonesia telah berupaya mendorong rekonsiliasi di Myanmar.
Organisasi yang mengajukan laporan ini meliputi Chin Human Rights Organisation dan Myanmar Accountability Project, serta mantan Jaksa Agung dan aktivis HAM Indonesia, Marzuki Darusman.
Dalam pengaduannya, mereka menuduh tiga BUMN yang merupakan produsen senjata telah memasok peralatan ke Myanmar melalui perusahaan Myanmar bernama True North. Menurut mereka, perusahaan ini dimiliki oleh putra seorang menteri di Myanmar.
Para aktivis melaporkan, Myanmar telah melakukan pembelian berbagai barang dari perusahaan-perusahaan tersebut, termasuk pistol, senapan serbu, dan kendaraan tempur.
Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar pada bulan Mei sebelumnya telah melaporkan bahwa militer Myanmar telah mengimpor senjata dan material terkait senilai setidaknya 1 miliar dolar AS sejak kudeta, dengan sebagian besar berasal dari Rusia, China, Singapura, Thailand, dan India.
Seperti yang diketahui, situasi di Myanmar memburuk setelah junta militer menggulingkan pemerintahan pada 1 Februari 2021.
Termasuk penculikan Presiden Myanmar Win Myint dan penasihat negara serta ketua Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD), Aung San Suu Kyi.
Karena kudeta tersebut, warga di Myanmar akhirnya melakukan demo besar-besaran menolak junta militer yang dibalas menggunakan kekerasan untuk melawan warga.
ASEAN kemudian membuat kesepakatan 5PC.
Di pertemuan itu, hadir pula pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, dan ditujukan untuk membantu Myanmar mengatasi krisis politiknya.
Kendati begitu, junta militer Myanmar melakukan pelanggaran konsensus dan kemudian ASEAN sepakat memblokir Myanmar dari segara aktivitas di level politik.
Myanmar pun tidak pernah lagi diundang alias dilarang menghadiri pertemuan tingkat senior di ASEAN hampir dua tahun terakhir, termasuk pertemuan menteri luar negeri ASEAN dan kepala pemerintahan. {sumber}