Berita Golkar – Ribuan hektare lahan persawahan di wilayah Pantai Utara (Pantura), Kabupaten Subang, Jawa Barat (Jabar) terancam gagal panen akibat kekeringan yang semakin meluas dalam beberapa pekan terakhir.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Subang mencatat, sedikitnya 1.843 hektare sawah mengalami krisis pasokan air yang serius. Krisis ini tersebar di lima kecamatan, yakni Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan, Compreng, dan Legonkulon.
Ancaman ini bukan hanya memengaruhi kehidupan petani setempat, tetapi juga berpotensi mengganggu ketahanan pangan di tingkat nasional. Mengingat Subang, selama ini dikenal sebagai salah satu lumbung padi terbesar di Jabar, bahkan di Indonesia.
Bupati Subang, Reynaldy Putra Andita, menegaskan bahwa penanganan kekeringan ini tidak bisa ditunda.
“Kabupaten Subang adalah lumbung padi nasional. Banyak daerah menggantungkan pasokan pangan dari sini. Karena itu, penanganan harus cepat dan tepat. Jangan sampai petani kehilangan hasil panen akibat keterlambatan penanganan,” tegas Kang Rey, sapaan akrabnya.
Ia meminta semua pihak terkait, terutama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, segera mengambil langkah konkret memperbaiki dan menormalisasi saluran air sekunder yang menjadi jalur utama distribusi air ke wilayah hilir.
Kang Rey juga menyoroti pentingnya pengaturan masa tanam yang lebih terencana. Ia mendesak Perum Jasa Tirta II (PJT II) sebagai pengelola sumber daya air untuk menjadwalkan ulang masa tanam. Langkah ini dinilai mampu mengurangi risiko kekurangan air di masa depan.
“Perbaikan fisik saja tidak cukup. Tanpa manajemen tanam yang tepat, masalah ini akan terus berulang setiap musim kemarau. Kita harus memastikan tidak ada satu kecamatan pun yang dikorbankan karena pembagian air yang tidak merata,” ujarnya, dikutip dari Tirto.
Asisten Daerah Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Subang, Rahmat Effendi, menjelaskan sejumlah faktor yang memperparah krisis air di wilayah Pantura. Menurutnya, pendangkalan saluran sekunder membuat aliran air dari sumber utama ke persawahan terhambat.
“Pendangkalan saluran membuat aliran air melambat, bahkan tersendat di beberapa titik,” ucapnya.
Selain itu, infrastruktur Siphon Jatireja yang berfungsi mengalirkan air di bawah jalur tertentu, juga membutuhkan penyempurnaan agar distribusi air lebih lancar dan merata. “Perbaikan Siphon Jatireja menjadi krusial agar aliran air tidak terputus di musim kemarau seperti sekarang,” jelas Rahmat.
Rahmat bilang, kondisi ini telah membuat para petani di kawasan Pantura Subang resah. Jika kekeringan berlangsung lebih lama, tanaman padi yang saat ini tengah memasuki fase pertumbuhan bisa rusak dan gagal panen. Kerugian yang ditimbulkan pun diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Salah satu petani di Pantura berharap pemerintah bergerak cepat, tidak hanya dalam bentuk perbaikan saluran air, tetapi juga penyediaan pompa air sementara atau sumber air alternatif untuk menyelamatkan tanaman yang masih bisa dipertahankan.
“Dengan peran Subang sebagai salah satu pemasok beras nasional, kekeringan ini menjadi ancaman serius bagi ketersediaan pangan di wilayah kami. Apabila 1.843 hektare sawah tersebut gagal panen, dampaknya bisa terasa hingga ke pasar beras di berbagai daerah,” ungkap Rahmad.
Menurutnya, langkah percepatan perbaikan saluran air, penjadwalan ulang masa tanam, dan penanganan darurat di lapangan diharapkan dapat meminimalisasi kerugian dan menjaga stabilitas pasokan pangan nasional. {}