DPD 1  

Christiany Eugenia Paruntu Berhasil Jadikan Partai Golkar Kekuatan Politik Utama di Sulut

Berita Golkar – Kepemimpinan Christiany Eugenia Paruntu (CEP) sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Utara (Sulut) terus menuai apresiasi dari para kader dan simpatisan partai berlambang pohon beringin tersebut.

Sejak dipercayakan memimpin Partai Golkar Sulut pada 14 November 2017, CEP dinilai berhasil membawa stabilitas sekaligus kejayaan partai, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Dalam dua Pemilu Legislatif terakhir, yakni 2019 dan 2024, Partai Golkar Sulut mampu mempertahankan 1 kursi DPR RI.

Tak hanya itu, Golkar Sulut juga tetap menjadi salah satu kekuatan politik terbesar di daerah ini. Pada Pileg 2024, partai ini sukses mengamankan 68 kursi legislatif di seluruh wilayah Sulut untuk periode 2024–2029. Keberhasilan ini tak lepas dari gaya politik CEP yang dikenal merakyat dan dekat dengan masyarakat.

Dalam Pileg terakhir, sebanyak 218.170 warga Sulut memberikan suara mereka kepada Partai Golkar di DPR RI, mencerminkan tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap kepemimpinan CEP.

Kiprah CEP juga terlihat dalam perannya sebagai Ketua Pengarah Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran di Sulut.

Pasangan calon nomor urut 2 yang diusung PG ini meraih kemenangan mutlak di Provinsi Sulut. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Sulut, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meraih 1.229.069 suara atau 75,33 persen.

Sementara itu, pasangan Ganjar-Mahfud memperoleh 283.796 suara (17,38 persen), dan pasangan Anies-Muhaimin mendapatkan 119.103 suara (7,29 persen).

“Perjuangan Ibu CEP itu tulus untuk rakyat Sulut dan untuk kejayaan Partai Golkar. Sejak Pileg hingga Pilpres, hanya beliau—kader senior yang pernah jadi bupati dan anggota DPR RI—yang mampu memimpin dan mempersatukan kader Partai Golkar se-Sulut,” ujar sejumlah kader militan dan senior PG dari berbagai daerah di Sulut, dikutip dari ManadoPost.

Konsistensi, pengalaman, dan kepemimpinan CEP dinilai sebagai faktor kunci yang membawa Partai Golkar Sulut tetap solid dan berprestasi di tengah dinamika politik nasional.

Keberhasilan CEP ini sendiri mendapatkan serangan politik terkait periodisasi kepemimpinan jelang musyawarah daerah (Musda). Tapi, dengan mudah ditepis.

Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Sulut Feryando Lamaluta menuturkan CEP masih sah dan memenuhi syarat kembali mencalonkan diri sebagai ketua dalam Musda mendatang.

Menurutnya, hingga saat ini tidak ada dasar atau ketetapan resmi yang menyebutkan CEP telah menyelesaikan dua periode kepemimpinan.

Ia menjelaskan, CEP pertama kali terpilih melalui Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) pada 29 Oktober 2017. SK pengangkatan diterbitkan 14 November 2017. Musda berikutnya digelar 6 atau 10 Februari 2020, dan SK diterbitkan 14 April 2020.

“Kalau dihitung dari SK pertama tahun 2017 sampai ke SK kedua 2020, jangka waktunya hanya sekitar 2 tahun 4 bulan, itu belum bisa disebut satu periode penuh,” jelas Feryando.

Dalam AD/ART Partai Golkar, Pasal 24 Tahun 2019, disebutkan masa jabatan ketua DPD adalah lima tahun. Berdasarkan aturan tersebut, dia menilai periode kepemimpinan CEP belum sepenuhnya memenuhi durasi satu periode penuh, sehingga masih memungkinkan bagi CEP untuk maju kembali. Ia juga mengkritik adanya interpretasi keliru mengenai Surat Keputusan (SK) kepengurusan.

“SK itu sering disalahpahami. Kita semua harus paham metode dan hitungan yang tepat sesuai AD/ART,” ujarnya, didampingi Sekretaris DPD I Partai Golkar Sulut Raski Mokodompit dan para anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Sulut, diantaranya Michaela Paruntu, Cindy Wurangian, Inggried Sondakh, dan Vionita Kuera.

Lebih lanjut, Lamaluta menyebutkan sejauh ini tidak ada pemberitahuan resmi dari DPP Partai Golkar yang menyatakan CEP telah menjabat dua periode.

Ditambahkan Raski Mokodompit, jika hanya merujuk pada periodisasi, nyatanya ada beberapa ketua DPD II yang sudah tiga periode dan SK-nya masih diterbitkan DPP. “Ya, jadi ada beberapa ketua DPD II yang menjabat hingga tiga periode, sehingga dua periode pun tidak otomatis menjadi alasan diskualifikasi. Penentunya adalah DPP,” kuncinya. {}