Berita Golkar – Udara Sumba Barat Daya masih berembus hangat ketika Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, menapakkan kaki di Kantor UPTD Pendapatan SBD, Senin (15/9/2025).
Sambutan datang dari Plt. Kepala UPTD Pendapatan, Ermelinda P. R. Bita bersama jajaran, serta Kepala UPT Kesatuan Pengelola Hutan SBD, Marten Bulu, yang hadir bersama timnya.
Dalam pertemuan singkat namun padat makna itu, Gubernur Melki menekankan satu hal pokok: pendapatan daerah bukan sekadar angka di tabel laporan, melainkan modal utama membangun kemandirian dan keberlanjutan Sumba Barat Daya.
Ia menguraikan beberapa poin strategis. Pertama, kerja lintas sektor dan lintas tingkat pemerintahan mesti digalakkan, dengan semangat inovasi, kreativitas, dan profesionalisme. Kedua, UPTD pendapatan diharapkan bergerak lebih lincah, bahkan “berpola semi-swasta”—agar gesit dan inovatif, meski tetap dalam koridor aturan.
Potensi daerah, kata Gubernur, tak boleh dibiarkan tidur. Dari pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan, hingga pengelolaan fasilitas bersama antara Pemprov, Pemkab, dan UPTD, semuanya bisa menjadi sumber daya penggerak PAD. Syaratnya: dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel.
Ia juga menekankan perlunya memperluas basis pajak, menagih tunggakan dengan tegas, serta menggunakan evaluasi berbasis data agar setiap kebijakan benar-benar tepat sasaran. Bagi individu maupun tim yang melampaui target, Gubernur meminta agar apresiasi diberikan sebagai pemantik motivasi.
“Setiap langkah harus berorientasi pada hasil nyata PAD yang meningkat, pembangunan yang berjalan, dan kesejahteraan masyarakat yang makin terasa,” ujarnya menutup dialog, dikutip dari SelatanIndonesia.
Di luar kantor UPTD Pendapatan, derap kuda masih terdengar dari padang sabana, petani menyiangi jagung di ladang berbatu, dan nelayan menambatkan perahu di pesisir. Dari sana-lah denyut kehidupan Sumba Barat Daya bertumbuh, sederhana namun penuh harapan.
Jika PAD dikelola jujur dan kreatif, maka setiap pajak yang terkumpul akan kembali dalam bentuk jalan yang lebih mulus, sekolah yang lebih layak, dan pasar yang lebih hidup. Sebagaimana tenun ikat Sumba, benang-benang kecil itu, bila dirajut bersama, akan menjelma kain indah: kesejahteraan yang dapat dipakai seluruh masyarakat. {}