Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Singgih Januratmoko, mendukung usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
Menurut Singgih, dukungan ini disampaikan usai mempertimbangkan berbagai capaian dan kontribusi Soeharto bagi bangsa Indonesia selama menjabat sebagai pemimpin bangsa.
“Dari sisi historis, beliau adalah tokoh yang memimpin proses peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru, yang pada masanya berhasil mengembalikan stabilitas nasional dan fondasi ekonomi bangsa yang sempat porak-poranda,” kata Singgih kepada wartawan, Sabtu (8/11/2025).
Selain itu, Singgih menyorot jasa Soeharto dalam pembangunan nasional. “Kita tidak boleh melupakan jasa beliau dalam menancapkan tonggak pembangunan nasional melalui berbagai program yang terstruktur,” ujar anggota Fraksi Partai Golkar ini, dikutip dari Kompas.
Singgih juga menekankan pentingnya melihat jasa dan kontribusi Soeharto secara komprehensif. Menurutnya, selama lebih dari tiga dekade, Soeharto meletakkan dasar-dasar stabilisasi politik, swasembada pangan, dan pembangunan ekonomi nasional melalui program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Di era Soeharto, tepatnya tahun 1984, Indonesia juga diakui oleh Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai negara yang berhasil mencapai swasembada beras. Singgih menyebut hal ini sebuah pencapaian monumental di bidang ketahanan pangan yang memberikan dampak sosial dan ekonomi besar bagi jutaan rakyat.
“Revolusi Hijau dan program Keluarga Berencana (KB) adalah dua dari banyak kebijakan strategis yang tidak hanya memajukan sektor pertanian tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Ini adalah data dan fakta yang tidak terbantahkan,” tambahnya.
Dari perspektif keagamaan, Singgih menyebut Soeharto berperan dalam menciptakan ruang yang harmonis bagi kehidupan beragama. Ia menuturkan, pemerintahan Orde Baru dikenal dengan kebijakannya yang mendukung pembangunan rumah ibadah dan fasilitas keagamaan, pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), serta memfasilitasi hubungan yang konstruktif antara berbagai elemen umat beragama.
“Stabilitas yang diciptakan pada era itu memungkinkan umat Islam dan pemeluk agama lain untuk menjalankan ibadah dengan tenang. Banyak kebijakan yang mendukung pengembangan dakwah dan pendidikan agama, yang turut membentuk karakter bangsa,” jelas Singgih.
Menurut Singgih, setiap tokoh besar tentu memiliki pro dan kontranya masing-masing. Oleh karenanya, ia mengajak publik menilai penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto sebagai penghargaan atas jasa-jasa besarnya tanpa meniadakan kritik terhadap kekurangannya.
Singgih mengatakan dukungan dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) seperti Muhammadiyah dan NU, serta partai politik atas usulan ini merupakan cerminan dari penilaian kolektif akan jasa-jasa besar Soeharto.
“Dukungan yang luas ini menunjukkan bahwa banyak elemen bangsa melihat kontribusi positif Alm. Soeharto. Tentu, setiap periode kepemimpinan memiliki dinamika dan catatannya masing-masing,” kata dia.
“Namun, dalam menilai gelar Pahlawan Nasional, kita harus berani melihat jasa dan sumbangsih terbesarnya bagi tanah air, yang telah meletakkan dasar-dasar penting bagi Indonesia modern,” sambungnya.
Usulan sampai di meja Fadli Zon
Diketahui, pemerintah masih menggodok 40 nama yang diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional. Usulan disusutkan menjadi 24 nama prioritas oleh Dewan Gelar yang diketuai Menteri Kebudayan Fadli Zon. Dari 40 nama, nama Presiden ke-2 RI, Soeharto, justru mencuri perhatian publik karena menuai pro dan kontra.
Selain Soeharto, dua nama lain yang turut diusulkan menerima gelar Pahlawan Nasional adalah Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan aktivis buruh Marsinah. {}













