Berita Golkar – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Bekasi harus menerima kenyataan pahit di Pilkada 2024. Untuk pertama kalinya, partai ini gagal menempatkan kader terbaiknya di pucuk pimpinan eksekutif setelah sebelumnya selalu mendominasi jabatan wali kota dan wakil wali kota Bekasi.
Bersama Partai NasDem, Partai Golkar mengusung pasangan Uu Saeful Mikdar dan Nurul Sumarheni. Namun, pasangan ini harus puas finish di posisi buncit.
Berdasarkan hasil rekapitulasi, Uu-Nurul hanya meraih 64.509 suara atau 6,61 persen, jauh di bawah dua pasangan lain: Heri Koswara-Sholihin yang memperoleh 452.351 suara atau 46,33 persen dan Tri Adhianto-Harris Bobihoe dengan 459.430 suara atau 47,06 persen).
Meski Partai Golkar berhasil meraih delapan kursi DPRD pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2024, hasil tersebut ternyata tidak cukup untuk mendongkrak perolehan suara di Pilkada Kota Bekasi.
Wakil Ketua Bappilu DPD Partai Golkar Kota Bekasi, Dariyanto, mengaku hasil ini menjadi momen introspeksi bagi partainya. “Mungkin kita harus introspeksi dan kita coba evaluasi nanti kedepannya,” ujar Dariyanto, kepada Radar Bekasi, Senin (23/12/2024).
Melihat sejarah, Partai Golkar memiliki rekam jejak yang gemilang dalam Pilkada Kota Bekasi. Kemenangan dimulai dari era Akhmad Jurfaih-Mochtar Mohamad (2003-2008), dilanjutkan dengan Mohamad-Rahmat Effendi (2008-2013), Rahmat Effendi-Ahmad Syaikhu (2013-2018), hingga Rahmat Effendi-Tri Adhianto (2018-2023). Namun, dominasi tersebut kini terhenti.
“Bicara historikalnya, sejarahnya itu Golkar selalu menempatkan kader terbaiknya sebagai kepala daerah, baik wali kota maupun wakil wali kota. Namun di periode ini akhirnya kita lepas, mungkin harus ada yang diawali, sekarang diawalinya kita harus mawas diri, kita introspeksi diri, agar kedepan tidak terulang lagi,” jelasnya.
Saat disinggung mengenai faktor yang menyebabkan kekalahan Partai Golkar, politikus yang juga Anggota DPRD Kota Bekasi ini tidak bisa menjabarkan secara detail.
Dariyanto menyebut yang tepat menjawab itu Ketua DPD Partai Golkar. Kendati demikian sebagai kader partai pihaknya mengaku sudah berjuang secara maksimal, untuk menjalankan perintah dan putusan pimpinan partai.
“Kalau saya pribadi nggak bisa berbicara apa-apa, karena ruang lingkupnya mungkin terlalu sempit, terlalu kecil. Tapi kalau Bu Ketua DPD bisa melihat secara menyeluruh,” katanya.
“Mungkin nanti evaluasi pasti akan kita adakan. Namun kembali lagi kewenangannya ada di Ketua DPD. Kami sebagai kader partai sifatnya menunggu instruksi, dan apa yang menjadi kewajiban kami, dan juga hal-hal yang memang harus kami lakukan, itu yang akan kami lakukan nantinya,” sambungnya. {}