Berita Golkar – Gempuran Israel ke Jalur Gaza Palestina belum juga mereda meski peperangannya dengan milisi Hamas telah berlangsung lebih dari satu bulan. Beberapa negara juga sempat menggagas resolusi-resolusi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk di Dewan Keamanan soal situasi di Gaza.
Namun, sejumlah resolusi gagal diadopsi lantaran diveto oleh AS dan sekutu. Sejauh ini, resolusi yang berhasil diadopsi soal Gaza yakni resolusi ES-10/21 yang disepakati pada 27 Oktober lalu. Banyak publik kemudian menilai bahwa PBB sudah gagal dalam menjadi penengah dalam konflik Israel Palestina dan didesak untuk dibubarkan.
Meski demikian, Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono menilai hingga saat ini PBB masih sangat dibutuhkan guna menjalin komunikasi menuju perdamaian kedua negara tersebut.
“Kalau kita mau ngomong bubarkan PBB, sebelum ada PBB kan ada League of Nations, dimana gagal menghentikan perang dunia kedua, lalu dibentuklah PBB. Tentu kita tidak ingin ada perang ketiga, tetap PBB itu dibutuhkan. Ingat, IPU itu jumlah anggotanya lebih banyak dari PBB. Jadi, forum internasional itu, untuk menjadi wadah komunikasi, harus tetap dipertahankan, apapun itu namanya,” kata Dave dalam kegiatan Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Gerakan Boikot Masyarakat dan Aksi Konkret Pemerintah untuk Palestina’ di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Diketahui, pada sesi tertutup yang digelar Senin (6/11), DK PBB untuk kesekian kalinya gagal mengadopsi resolusi. AS dan Inggris memveto draf tersebut karena menolak untuk menyertakan seruan gencatan senjata segera di Gaza. Padahal, banyak anggota DK PBB yang mendukung seruan ini guna meminimalisir korban sipil dan menyalurkan bantuan kemanusiaan sesegera mungkin.
“Selama masih ada negara adidaya yang bisa bertindak semaunya, ya tetap tidak akan efektif juga. Memang di PBB itu kan one nation one vote, tetapi selama masih ada hak veto, ya pasti akan kejadian yang sama terus terulang kembali,” jelasnya.
Menurut politisi Fraksi Partai Golkar ini, saat ini hal konkret yang bisa dilakukan adalah mendorong bantuan kemanusiaan ketimbang bantuan secara militeristik.
“Sekarang ini kalau kita membantu secara militer, pasti akan kontra produktif. Kita malah akan dicap buruk. Yang harus kita dorong itu adalah bantuan kemanusiaan. Obat-obatan, makanan, pakaian, tempat tinggal, air bersih dsb. Akan tetapi negara arab sekitarnya, kalau memang kita diizinkan untuk membangun semi-permanent camp di sana agar masyarakat yang displace itu tinggal ditempat yang layak, ada sekolah, ada pabrik untuk membuat kehidupan, itu adalah hal yang lebih baik dibanding kita memikirkan secara militeristik,” tutupnya. {sumber}