Dave Laksono Tunggu Inisiatif Pemerintah Terkait Revisi UU Peradilan Militer

Berita GolkarAnggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, Dave Laksono, ikut menanggapi soal desakan revisi Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

Diketahui, desakan revisi UU Peradilan Militer ini muncul setelah eks Kabasarnas Henri Alfiandi menjadi tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas.

Dave mengatakan, hingga kini UU Peradilan Militer ini masih belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Menurut Dave, jika memang UU Peradikan Militer ini dianggap sebagai kebutuhan yang sangat mendesak, DPR akan terbuka untuk membahasnya.

“Ini kan tadi Pak Kiai (Ma’ruf Amin) kan sudah menyampaikan bahwa sudah masuk dalam Prolegnas. Tapi dalam daftar Prolegnas DPR belum masuk UU Peradilan Militer ataupun UU TNI juga.”

“Jadi sebenarnya bila pemerintah menganggap ini sebagai suatu kebutuhan yang sangat urgent, ya kita tunggu.”

“Kita selalu terbuka untuk membahas ini, agar bisa kita putuskan,” kata Dave dalam tayangan Program ‘Sapa Indonesia Malam’ Kompas TV, Senin (7/8/2023).

Namun Dave mengingatkan bahwa masa jabatan DPR dan pemerintah ini akan berakhir pada 2024 nanti.

Sehingga jika masalah revisi UU Peradilan Militer ini ingin segera diselesaikan, maka harus dimasukkan dalam Prolegnas secepatnya.

“Tapi juga mesti diingat bahwa masa jabatan DPR dan pemerintah ini kan akan berakhir pada 2024 ya, jadi bila ingin segera diselesaikan ya harus sekarang,” terang Dave.

Sehingga pada masa sidang DPR yang akan datang, Prolegnas ini sudah direvisi dengan memasukkan UU Peradilan Militer. Kemudian DPR bisa segera membentuk Panja untuk menyelesaikan Revisi UU Peradilan Militer.

“Jadi di masa sidang yang akan datang, daftar Prolegnas itu harus segera direvisi untuk dimasukkan dan jadi supaya kita bisa membentuk Panja untuk menyelesaikan ini,” jelas Dave.

Sejumlah pihak mendesak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer buntut polemik kasus Kepala Basarnas Henri Alfiandi.

Sejumlah pihak menilai ketentuan UU ini dianggap membuat seorang anggota TNI aktif yang melakukan tindak pidana umum dapat lolos dari jerat hukum karena akan diadili di peradilan militer.

Wakil Presiden KH Maruf Amin menilai wajar adanya dorongan revisi atau penyempurnaan terhadap sebuah UU.

“Saya kira tentang revisi undang-undang itu, revisi memang menjadi biasa lah. Dalam waktu sekian lama, biasanya setelah pelaksanaan, ada hal-hal yang dirasakan untuk direvisi,” ujar Maruf di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (4/8/2023).

Dirinya berpendapat revisi UU Peradilan Militer adalah sebuah kewajaran. Menurut Maruf Amin, perlu penyempurnaan agar Undang-undang tersebut sesuai dengan kondisi kekinian.

“Saya kira Undang-Undang 31 itu akan mengalami hal yang sama, ada hal-hal yang perlu disempurnakan (agar) lebih sesuai dengan tuntutan keadaan,” katanya.

Karena itu, Maruf Amin mengatakan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sudah tepat.

Pemerintah akan mempertimbangkan revisi UU Peradilan Militer dengan memasukkannya ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka panjang.

Menurutnya, proses revisi tersebut perlu berlanjut, sebab ketentuan-ketentuan dalam UU memang harus mengakomodasi aspirasi masyarakat dan tuntutan zaman.

“Saya kira silakan terus berjalan (revisi UU Nomor 31) dan sesuai dengan aspirasi yang muncul. Dan, tentu undang-undang itu kan lebih baik merespons tuntutan yang terjadi,” kata Maruf Amin.

Kabasarnas Henri Alfiandi ditetapkan tersangka oleh penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) atas kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023, Senin (31/07/2023).

Sebelumnya Henri terlebih dulu ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan tersangka terhadap Henri dilakukan KPK setelah pihaknya melakukan serangkaian Operasi Tangkap Tangan di wilayah Cilangkap dan Bekasi.

Penetapan tersangka oleh KPK pada Henri tersebut menimbulkan polemik dengan Puspom TNI. Karena Henri masih berstatus anggota militer, sehingga dinilai hanya Puspom TNI yang berhak menetapkannya sebagai tersangka.

Kini kasus suap eks Kabasarnas ini telah dilimpahkan kepada Puspom TNI, Henri pun sudah menjadi tersangka dan langsung dilakukan penahanan. {sumber}