Berita Golkar – Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Golkar Dave Laksono menilai usulan penghapusan pasal terkait larangan prajurit TNI aktif berbisnis harus dikaji secara mendalam. Menurutnya dampak terhadap tugas dan fungsi TNI harus dipertimbangkan sebelum membuat aturan.
“Rencana TNI untuk mengubah atau menghilangkan pasal tentang larangan setiap personel aktif berbisnis ini menimbulkan banyak pertanyaan di berbagai macam pihak, termasuk juga di DPR,” kata Dave kepada wartawan, Minggu (21/7/2024).
Dave kemudian mengungkap daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TNI awal yang diterima hanya membahas soal batas usia pensiun prajurit. Mengenai usulan penghapusan pasal soal TNI berbisnis belum ada dalam DIM awal itu.
“Awal DIM yang kami terima itu hanya membahas yaitu tentang masa dinas prajurit TNI sampai dengan usia 60 tahun, dan dua yaitu tentang penempatan personel TNI aktif di kementerian sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing kementerian/lembaga tersebut berdasarkan kebijaksanaan dari presiden,” tutur dia.
Usulan personel TNI bisa mengelola usaha ini, menurut Dave, dapat menimbulkan banyak pertanyaan. Menurutnya, ide ini juga muncul mendadak.
“Dengan masuknya ide baru ini untuk menghilangkan satu pasal di mana melarang prajurit TNI aktif sehingga mereka dapat terlibat untuk melaksanakan usaha secara pribadi ini menimbulkan banyak pertanyaan kenapa mendadak muncul ide tersebut,” sebut dia.
“Dan juga kita harus lihat ke belakang kenapa pasal itu dibuat ketika UU TNI ini diciptakan, bilamana situasi hari ini memang tidak membutuhkan pasal tersebut karena situasinya sudah memberikan perlindungan baik dalam sisi usaha dan kepastian kepada prajurit TNI itu sendiri, maka itu perlu kita dalami lagi,” sebut Dave.
Dave mengatakan pihaknya akan mengkaji mendalam jika pemerintah telah memberikan DIM terbaru RUU TNI, termasuk soal penghapusan aturan prajurit boleh berbisnis itu. Namun, Dave menekankan harus ada kajian mendalam sebelum pasal itu dihapuskan.
“Jadi sebelum kita melangkah lebih lanjut, kita dalami dulu DIM-nya seperti apa, kalau perlu kita buat diskusi khusus kah, atau buat pembahasan khusus, atau dilengkapi dengan naskah akademik di mana memastikan bahwa dengan mengizinkan prajurit TNI untuk berbisnis tidak ada akan dampak negatif terhadap tugas-tugas dalam menjalankan fungsinya dalam menjaga kedaulatan negara. Tentunya (harus ada kajian mendalam), jangan gegabah dalam membuat kebijakan,” pungkasnya.
TNI Usul Pasal Larangan Berbisnis Dihapus
Diketahui aturan mengenai larangan personel TNI aktif untuk berbisnis ada pada pasal 39 dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, berikut berbunyi:
Pasal 39
Prajurit dilarang terlibat dalam:
1. Kegiatan menjadi anggota partai politik;
2. Kegiatan politik praktis;
3. Kegiatan bisnis; dan
4. Kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengatakan penghapusan pasal ini tidak akan jadi masalah. Dia menjelaskan, pemaknaan ‘berbisnis’ ini sah saja bila dilakukan oleh prajurit di luar jam dinas.
“Jadi begini. Kenapa kita tidak boleh bisnis? Karena menggunakan kekuatan. Sebenarnya sama dengan pemilihan itu. Tentara harus keluar dulu supaya jangan menggunakan kekuatannya. Jadi kalau kita berbisnis, kata-kata ‘bisnis’ itu bagaimana? Kalau misalnya kita buka warung, apa berbisnis itu? Ya kan? Kalau misalnya jual beli motor atau apa, ya kalau dia belinya benar tidak menggunakan (kekuatan) itu? Ya jadi berbisnis ya bisnis,” ucap Maruli di Mabes AD, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (16/7).
Dia meyakini kekhawatiran akan TNI menggunakan kekuatan dalam berbisnis sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Dia meminta setiap pihak bisa bersikap tenang alias tidak khawatir akan hal ini.
“Yang nggak boleh itu saya tiba-tiba mengambil alih menggunakan kekuatan. Itu nggak boleh. Itu juga saya kira dengan zaman demokrasi sekarang ini sudah nggak ada lagi lah mempergunakan kekuatan,” ucap Maruli.
Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto, menyebut usulan sebagaimana revisi UU No. 34 Tahun 2004 Pasal 39 poin C itu masih dalam tahap pembahasan. Hadi menyebut pembahasan itu tengah dilakukan jajaran Kemenko Polhukam dalam rangka DIM RUU TNI.
“Ya ini kan masih dalam proses ya, kita utamanya untuk TNI adalah pasal 47 dan 53. Namun terkait dengan kegiatan bisnis, ini masih terus dalam pembahasan,” kata Hadi kepada wartawan di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Rabu (17/7). {sumber}