Berita Golkar – Melambungnya besaran uang kuliah tunggal (UKT) memicu kritik tajam dari mahasiswa berbagai kampus negeri di seluruh Indonesia. Aksi demonstrasi pun gencar dilakukan mahasiswa, sebagaimana yang terjadi di Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed) Purwokerto dan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Berbagai cara telah ditempuh oleh mahasiswa untuk melunasi mahalnya UKT tersebut. Ada yang mencoba mencari beasiswa, menggadaikan barang-barang berharga, hingga harus berutang.
Bahkan, Kasus berutang melalui pinjaman online ini juga sempat ramai, dikarenakan salah satu institusi perguruan tinggi memfasilitasi penawaran penggunaan pinjaman online secara resmi menggunakan situs kampus. Pinjaman online ini dianggap merugikan bagi sebagian mahasiswa dikarenakan Tingkat bunga yang ditawarkan cukup tinggi, hingga 20 persen.
Merespon hal itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengaku prihatin dengan kondisi ini. Menurut dia, perguruan tinggi tidak selayaknya berdagang mencari untung dengan mahasiswa untuk pembangunan kampus.
Hetifah menyadari kenaikan UKT yang tinggi ini dimungkinkan karena adanya status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang memungkinkan perguruan tinggi memiliki kemandirian berupa otonomi baik di bidang akademik maupun non akademik.
Perubahan status tersebut pun membuat PTN-BH memiliki kewenangan mutlak untuk menetukan arah kebijakan PTN tanpa intervensi dari luar.
Meskipun demikian, Hetifah menyayangkan, dengan adanya PTN-BH seharusnya PTN dapat meningkatkan reputasi maupun kualitas baik secara institusi maupun lulusan mahasiswa.
PTN-BH diberikan keleluasaan untuk untuk mencari dana tambahan dari pihak swasta guna menjalankan aktivitas kampus atau Pembangunan infrastruktur lainnya. Namun, tegasnya, bukan berarti PTN ini bisa sewenang-wenang untuk menaikkan UKT mahasiswa.
“Kita tahu sendiri kondisi penghasilan rata-rata masyarakat Indonesia saat ini seperti apa, peningkatan UKT 3 hingga 5 kali lipat sungguh tidak logis dan tidak relevan,” kata Hetifah, Selasa (7/5/2024).
Karena itu, Politisi Fraksi Partai Golkar ini mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap otonomi PTN-BH terkait jenis-jenis pendapatan terutama dari bidang akademik/pendidikan. Hal itu agar ada standar minimum dan maksimum nominal UKT, sehingga tidak memberatkan mahasiswa. {sumber}