DPP  

Di Beringin Golkar, Banyak Macan

Berita Golkar – KALAU di partai lain hanya ada satu macan. Hanya satu pemiliknya. Tapi, di Golkar banyak macannya. Banyak pemiliknya. Mampukah Jokowi mencapai puncak beringin.

Hari-hari ini begitu banyak kabar yang menyebut Jokowi ingin meguasai Golkar. Akan menjadi panggung politik pasca-Oktober, setelah sudah tidak bertakhta.

Mengapa yang diincar Golkar? Itu karena Golkar partai besar. Masuk tiga besar. Bisa menandingi PDIP. Apalagi, hasil pileg menunjukkan suara Golkar meningkat, lebih besar daripada Gerindra.

Untuk mengambil alih Gerindra jelas sulit, karena milik Prabowo. Kecuali bila Prabowo ikhlas, karena capres 02 itu tetap butuh panggung besar juga.

Kalau PDIP, sudah ada pemiliknya: Megawati. Yang kini berseberangan jalan dengan Jokowi. Gabung PKB, rasanya tidak. Sebab, bukan DNA Jokowi.

PSI tempat berkumpulnya Jokowimania masih terlalu kecil. Jokowi belum bisa mengandalkannya karena belum tembus  Senayan. Satu-satunya jalan ialah menguasai beringin.

Ya, tapi di Golkar itu terlalu banyak macannya. Terlalu banyak kubu. Terlalu banyak jawaranya.

Cara sederhana melihat perkubuan di tubuh Golkar itu, lihatlah formasi kepengurusannya. Selain pengurus pelaksana yang dipimpin Ketua Umum Airlangga Hartarto, ada lembaga yang dipimpin para senior yang mempunyai pengaruh.

Ada Aburizal Bakrie yang memimpin dewan pembina. Terus, Akbar Tandjung sebagai ketua dewan kehormatan. Lantas, Luhut Binsar Pandjaitan di ketua dewan penasihat. Juga, Agung Laksono yang menjadi ketua dewan pakar.

Empat ”macan” itu mempunyai pengaruh di internal. Akbar Tandjung, misalnya, dikenal sebagai panutan HMI connection yang sangat mewarnai partai.

Aburizal Bakrie juga sangat berpengaruh. Sejumlah sumber menyebutkn bahwa pengurus Golkar sekarang berasal dari kubu Aburizal. Sebab itulah, konglomerat pemilik  Bumi Resources, tambang raksasa batu bara, itu menjabat ketua dewan pembina. Dewan yang paling bergengsi di antara empat dewan yang ada.

Luhut, walau tak pernah menjadi ketua umum, juga sangat berpengaruh. Apalagi sebagai penguasa. Menteri kepercayaan Jokowi lagi, yang menjadi daya tarik banyak kader untuk merapat. Luhut pernah menyatakan siap menjadi ketua umum Golkar bila diminta kader.

Selain empat nama yang disebut di atas, masih ada ”macan” di luar kepengurusan. Yakni, Jusuf Kalla (JK) dan Ginandjar Kartasasmita. Keduanya masih punya pengaruh besar.

Terutama JK, mantan ketua umum,  yang dua kali menjabat wakil presiden. Saat kali pertama muncul isu Jokowi mengincar Golkar, JK langsung memberikan sinyal bahwa syarat ketua umum itu harus pernah menjadi pengurus selama lima tahun. Artinya, tidak bisa ujuk-ujuk jadi ketua umum.

Belum lagi para macan yang lebih muda, yakni para kader yang kini siap-siap bertarung merebut kursi ketum. Saat ini sudah ada empat nama yang muncul, termasuk petahana Airlangga Hartarto.

Berikutnya, Bambang Soesetyo (ketua MPR), Agus Gumiwang Kartasasmita (menteri perdagangan yang juga anak Ginandjar Kartasasmita), dan Bahlil Lahadalia (menteri investasi).

Apakah Bahlil akan menjadi pion Jokowi seperti kabar yang berseliweran selama ini? Sangat mungkin. Dalam skenario ini, Bahlil atau Luhut jadi ketum. Lantas, Jokowi bisa diangkat sebagai ketua dewan pembina.

Bila itu terjadi, fungsi dewan pembina sebagai lembaga super akan kembali. Yakni, lembaga pengambil keputusan dan memiliki hak veto. Itu seperti Golkar era Soeharto. Yang berkuasa sesungguhnya ketua dewan pembina, ketua umum hanya pelaksana.

Skenario pion lebih memungkin daripada Jokowi sendiri yang maju jadi ketua umum. Sebab, ada hambatan persyaratan pernah jadi pengurus lima tahun.

Mampukah Airlangga bertahan? Itu juga bergantung jadwal munas. Bila sebelum Oktober, pengaruh Jokowi sulit dihadang. Bila pasca-Oktober, tentu beda. Airlangga juga harus mampu berkonsolidasi dengan para macan yang masih berpengaruh seperti Aburizal dan JK.

Bila kubu Jokowi benar-benar mengincar Golkar, perhelatan munas bakal menjadi pertarungan penuh dinamika.

Apakah beringin akan kembali memasuki prahara musim gugur? Seperti halnya prahara sebelumnya, ketika macan-macannya berguguran untuk mendirikan partai sendiri. Prabowo mendirikan Gerindra, Surya Paloh Nasdem dan Wiranto Hanura. {sumber}

Oleh: Taufik Lamade