Berita Golkar – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo, menanggapi usulan Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, yang mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Dwi Kewarganegaraan ke DPR RI.
Usulan ini sejak awal memang diarahkan untuk memberikan kesempatan kepada warga negara Indonesia agar dapat memiliki kewarganegaraan ganda. Isu ini kerap muncul terutama dari komunitas diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai negara dan telah lama mendorong adanya pengakuan atas status kewarganegaraan ganda.
Politisi senior Partai Golkar ini menilai, wacana tersebut bisa menjadi jalan tengah bagi diaspora yang selama ini memiliki keterikatan emosional dengan tanah air, tetapi juga membutuhkan akses penuh di negara tempat mereka tinggal.
“RUU Dwi Kewarganegaraan ini bisa membawa keuntungan nyata bagi bangsa. Mobilitas internasional warga kita akan lebih mudah, akses pendidikan dan pekerjaan terbuka luas, serta perlindungan hukum bisa diperoleh dari dua negara sekaligus. Diaspora Indonesia yang memiliki keahlian khusus akan lebih leluasa berkontribusi bagi tanah air tanpa harus kehilangan hak-hak mereka di luar negeri,” ujar Firman di sela-sela rapat di Gedung DPR RI.
Selain manfaat itu, Firman juga menekankan pentingnya memandang diaspora sebagai aset strategis. “Kita memiliki jutaan diaspora di berbagai belahan dunia. Mereka adalah potensi kekuatan ekonomi, sosial, dan bahkan diplomasi bagi Indonesia. Dengan kewarganegaraan ganda, mereka bisa terlibat lebih aktif dalam pembangunan nasional, baik melalui investasi, transfer teknologi, maupun peningkatan jejaring global,” tambah Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.
Namun, Firman tetap mengingatkan bahwa peluang besar ini harus diseimbangkan dengan mitigasi risiko. Menurutnya, setiap manfaat yang dijanjikan oleh konsep kewarganegaraan ganda perlu diimbangi dengan regulasi yang jelas, agar tidak menimbulkan persoalan baru di masa depan.
“Kita tidak boleh menutup mata, ada konsekuensi serius yang harus dipertimbangkan. Misalnya konflik hukum terkait kewajiban pajak, kemungkinan perpajakan ganda, hingga masalah loyalitas ganda yang bisa memengaruhi komitmen terhadap kepentingan nasional. Semua ini harus diatur dengan jelas agar tidak menimbulkan kerugian di kemudian hari,” tegas Firman yang juga anggota Komisi IV DPR RI.
Firman juga menyoroti fakta bahwa tidak semua negara mengakui kewarganegaraan ganda. Hal ini berpotensi menimbulkan kerumitan, khususnya dalam akses terhadap hak politik maupun administratif.
“Kita harus berhati-hati agar jangan sampai justru menimbulkan masalah baru. Intinya, loyalitas dan komitmen terhadap Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama,” lanjut legislator asal Pati, Jawa Tengah ini.
Saat ini, penyusunan naskah akademik tengah dilakukan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) bersama Indonesian Diaspora Network (IDN) Global. Firman menilai, langkah ini sangat penting sebagai pijakan awal.
“Saya menilai usulan ini harus dikaji lebih jauh, dilihat secara objektif, apakah lebih banyak manfaat atau mudharatnya. Jangan terburu-buru. Dengan keterlibatan akademisi dan diaspora sendiri, kita berharap hasil kajiannya benar-benar komprehensif untuk kepentingan bangsa,” pungkasnya.