DPP  

Dikukuhkan Sebagai Guru Besar UNAS, Ganjar Razuni Beberkan Krisis Jati Diri Demokrasi Indonesia

Berita GolkarPolitisi senior Partai Golkar, Prof. Ganjar Razuni menyampaikan kritik mendalam terhadap arah perjalanan demokrasi di Indonesia. Ia menilai demokrasi saat ini telah kehilangan substansinya dan hanya menjadi ritual elektoral yang jauh dari cita-cita Pancasila. Hal ini ia sampaikan dalam orasi ilmiah pada momen pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Universitas Nasional (UNAS).

“Demokrasi saat ini telah kehilangan jiwa dan ruhnya, demokrasi telah kehilangan misi, dan menjadi sekadar politik elektoral, bahkan menjadi semacam narkoba politik. Seakan menenangkan, tapi sesungguhnya mencelakakan bangsa ini,” tegas Prof. Ganjar.

Menurutnya, praktik demokrasi yang berkembang justru didominasi oleh model ultra liberal yang ditopang oleh “demokrasi cukong”. Kondisi ini dinilai berbahaya karena mengikis nilai kebangsaan dan menjauhkan Indonesia dari cita demokrasi Pancasila. “Kita perlu kembali pada ideologi Pancasila yang menjadi jati diri bangsa. Membangun cita demokrasi Pancasila adalah hal yang urgent,” ujarnya.

Prof. Ganjar kemudian menyinggung keberhasilan sejumlah negara yang tetap konsisten pada jati diri bangsanya. Ia menyebut Korea Selatan, Tiongkok, Vietnam, Singapura, dan Jepang sebagai contoh bangsa yang berhasil menjaga arah pembangunan dengan berpijak pada identitas dan sejarahnya.

“Mereka punya jati diri, punya keyakinan dengan sejarah bangsanya. Sementara kita, justru mengalami krisis keyakinan terhadap nilai-nilai yang kita miliki,” tambahnya.

Ia juga menilai kesalahan besar bangsa ini adalah menempatkan Pancasila sejajar dengan bidang-bidang lain, bukan sebagai dasar yang menjiwai seluruh aspek kehidupan. “Seharusnya Pancasila menjiwai politik, ekonomi, hukum, dan budaya. Tapi kenyataannya, arah perjalanan negeri ini justru keluar dari rel Pancasila yang sejatinya,” kata Prof. Ganjar.

Dalam kesempatan itu, Prof. Ganjar juga menyampaikan sejumlah usulan untuk membenahi demokrasi Indonesia. Pertama, penataan sistem Pemilu anggota DPRD kembali ke sistem proporsional tertutup dengan proses yang transparan.

Menurutnya, sistem ini memberi ruang bagi partai politik untuk berfungsi lebih baik dalam merekrut calon yang pantas dipilih rakyat. “Dengan sistem terbuka seperti sekarang, tidak ada lagi pertarungan ide dan gagasan, yang ada justru pertarungan isi tas,” tegasnya.

Usulan kedua, penataan ambang batas parlemen agar tetap di angka 4 persen atau dinaikkan menjadi 5 persen. Ketiga, partai politik perlu dibiayai oleh negara dengan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas agar tidak dikuasai pemilik modal. Keempat, penataan ulang sistem rekrutmen politik disertai kewajiban partai politik memberikan pendidikan Pancasila.

Selain itu, Prof. Ganjar juga menekankan pentingnya digitalisasi dan transparansi penyelenggaraan Pemilu agar lebih akuntabel. Ia menegaskan, seluruh langkah ini perlu dilakukan jika Indonesia ingin keluar dari cengkeraman politik transaksional dan kembali menegakkan cita demokrasi Pancasila.

 

Leave a Reply