SOKSI  

Dina Hidayana: Kontradiksi Afirmasi Perempuan, Mencetak Generasi Unggul atau Mandul?

Berita GolkarKetua Depinas SOKSI, Dina Hidayana melihat menguatnya perempuan-perempuan tangguh yang berkiprah di area publik bagaikan dua sisi koin, sebagai keberhasilan afirmasi kebijakan sekaligus ancaman regenerasi yang perlu diwaspadai. Hal ini disampaikan Dina dalam kesempatan wawancara saat acara Diskusi Publik tentang Pembangunan SDM dalam Menyongsong Indonesia Emas di DPP Partai Golkar, Slipi (15/5/2025).

“Fenomena kekinian yang menunjukkan bahwa terdapat penurunan signifikan minat generasi muda untuk berpasangan atau menikah di usia fertil, juga trend ‘child free’ atau keengganan memiliki keturunan merupakan isu serius yang perlu diantisipasi karena ini beririsan erat dengan ‘State Powerless’,” ujar Srikandi Golkar ini.

Dina mengemukakan kerentanan kualitas demografi akibat ketimpangan peran dan fungsi dari laki-laki dan perempuan sebagai duo gender yang idealnya beriringan, saling bekerjasama dan menguatkan, tidak justru saling menegasikan. Bermunculannya ‘perempuan-perempuan karir’, berpotensi menciptakan ‘laki-laki strawberry’ yang semakin mengabaikan atau menanggalkan tanggung jawab tradisionalnya dalam pemenuhan aspek keamanan, kenyamanan, kebersamaan, edukasi serta finansial keluarga.

Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) 2024, serapan angkatan kerja perempuan telah mencapai lebih dari 56%, dengan sekitar 66% nya bekerja di sektor informal. Angka tersebut terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun pekerja laki-laki masih unggul saat ini di kisaran lebih dari 84% dengan dominasi sektor formal, namun cenderung stagnan intensitas kuantitasnya.

Bahkan interupsi atau jeda karir yang dialami perempuan akibat menikah, hamil dan membesarkan anak, serta alasan lain ternyata tidak cukup menghentikan minat untuk melanjutkan dunia profesional.

Selaras Survey Indonesian Bussiness Coalition for Women Enpowerment tahun 2023, menunjukkan hasil 98,5% perempuan di kondisi career break ingin kembali bekerja. Nampaknya ini bukan sekedar alasan ekonomi dan kepercayaan diri, namun juga menyangkut eksistensi dan ketahanan keluarga, tegas Dina, yang juga aktivis Partai Golkar sejak 2005.

Doktor Strategi Pertahanan UNHAN ini mengapresiasi capaian perempuan dalam karir publik, sebagaimana Survey Grant Thornton, menunjukkan posisi perempuan sebagai lini atas posisi strategis jabatan publik perusahaan telah meningkat drastis dalam 12 tahun terakhir, khususnya di Asia Tenggara, rangking kedua setelah Eropa Timur, secara berurutan 34% dan 35%. Berdasar hirarki negara, Rusia merupakan peringkat pertama dengan kumulatif perempuan di posisi strategis sebanyak 45%, Filipina 39% dan Indonesia 36%.

Lebih lanjut Dina mempertanyakan, “apakah capaian prestasi tersebut signifikan berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas, level kebahagiaan, kualitas regenerasi ataupun kemajuan bangsa. Jangan sampai alih peran dan afirmasi justru memperkeruh persoalan bangsa yang belum banyak bisa dituntaskan,” tambahnya.

Tingkat Kriminalitas, Kejahatan Korupsi dan Kekerasan dalam Rumah Tangga ditengarai terus meningkat tajam seiring waktu. Komnas Perempuan 2020 mencatat ada sejumlah lebih dari 75% terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) 2024 melaporkan ada puluhan ribu kasus kekerasan yang semakin marak terjadi dengan 88,5% korbannya adalah perempuan.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengindikasikan meningkatnya kejahatan oleh pelaku anak dan remaja yang terus bertambah setiap harinya, baik itu perkelahian, kejahatan seksual, pencurian, penipuan, hingga narkoba dan pembunuhan. Ironisnya, tingkat kriminalitas dan kekerasan justru didominasi oleh anggota keluarga dengan orangtua lengkap.

Selain itu, masih tingginya angka stunting dan putus sekolah, kerawanan gizi masyarakat, rendahnya level pengetahuan dan pendidikan, bencana kelaparan dan kemiskinan menjadi bom waktu ditengah masifnya perempuan bekerja di sektor formal maupun informal.

“Sisi lain, semakin banyaknya ‘laki-laki atau generasi strawberry’ yang menggantungkan hidup dan penghidupan pada perempuan serta masifnya ibu rumah tangga yang menonjolkan keaktifan berkegiatan di luar rumah baik itu sebagai pendamping suami yang berkarir, ataupun dalam fungsi pribadinya bergaul dan memerankan diri di organisasi dan masyarakat, dengan menanggalkan kewajiban utama sebagai orangtua atau anggota keluarga, nyata-nyata memiliki andil besar dalam menurunkan kualitas generasi masa depan,” tegas Dina.

Negara, karenanya harus benar-benar hadir untuk melihat optimasi peran dan afirmasi perempuan dalam makna yang lebih substantif dan mengakar. Jabatan publik dan isu kesetaraan gender harus ditinjau secara proporsional menyesuaikan kompetensi dan kearifan lokal yang diadaptasikan dengan dinamika lingkungan strategis.

“Equilibrium juga bisa dimaknai dalam menempatkan perimbangan tanggung jawab individu laki-laki dan perempuan, di level keluarga maupun masyarakat dan bangsa. Curamnya kesenjangan atau gini ratio, baik itu terkait urusan ekonomi, maupun fungsi dan kualitas gender akan meruntuhkan peradaban dalam jangka panjang,” pungkas Dina yang berprofesi Dosen dan juga founder Mardani Institute.

Leave a Reply