DPP  

Dina Hidayana: Menilik Skenario Mitigasi Indonesia Hadapi Perang Modern dan Multikrisis di Era VUCA dan TUNA

Berita GolkarPakar Pertahanan, Dina Hidayana mengingatkan agar pemimpin Indonesia di semua lini untuk tidak terus terlena dengan manuver dan intrik politik yang tidak substansial. Ia khawatir, intrik politik yang tak substansial mengabaikan kepekaan dalam menghadapi ketidakpastian global bagi Indonesia. Hal tersebut disampaikan Dina usai mengikuti Dialog Demokrasi di Habibie Center Jakarta (28/8).

Kondisi ekstrim akibat pergeseran era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) menuju TUNA (Turbulency, Uncertainty, Novelty, Ambiguity) menurut Alumnus Doktoral Strategi Pertahanan Unhan RI ini perlu diwaspadai dan diantisipasi secara detail dan cermat agar Indonesia tidak turut terjebak dalam multi krisis dan efek perang modern.

“Tanpa upaya pencegahan (mitigasi) yang serius melalui reformulasi rancang bangun sistem strategi perencanaan, proyeksi ancaman dan pengawasan memadai, maka kekacauan dan runtuhnya kedigdayaan negara bukan hal mustahil,” urai putri (Alm) Mardani Akabri ‘74 ini.

Dina menambahkan dengan mengutip adagium “si vis pacem, para bellum”, yang artinya jika menginginkan damai maka bersiaplah perang masih relevan dengan strategi pertahanan kontemporer. Ia menekankan agar para pemangku kepentingan tetap memperhatikan waktu damai sebagai wujud eksistensi yang berkesinambungan.

“Kondisi masa damai justru lebih rumit dibandingkan masa perang, mengingat “war time” hanya berfokus pada pelaksanaan dan kemenangan perang tanpa mengindahkan efisiensi. Sementara, “peace time” menuntut efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya nasional yang terbatas, baik itu SDM maupun SDA untuk eksistensi berkesinambungan,” jelas Dina.

Kini di Indonesia yang sedang menikmati fase damai, alih-alih bersiap diri dalam pemetaan pembangunan maupun pemanfaatan SDM dan SDA yang berkelanjutan, kita justru masuk pada berbagai agenda kontestasi politik yang bersifat taktis. Dina pun mempertanyakan, adakah para kandidat pemimpin di Indonesia baik di pusat dan daerah yang memiliki gagasan untuk memitigasi ancaman perang terbuka.

“Pertanyaannya, ide dan gagasan seperti apa yang dimiliki para kandidat dalam memitigasi wilayah-wilayah di Indonesia dalam menghadapi perang terbuka dan asimetris hingga ancaman multikrisis?” tanya Dina, srikandi berdarah mataram ini.

Ia juga mengingatkan mengenai konflik Rusia-Ukraina yang masih terjadi hingga sekarang, penguatan Blok Barat dan Blok Timur, pertarungan hegemoni Amerika dan Tiongkok, serangan siber ke berbagai institusi pemerintah serta berbagai dinamika global. Semua itu telah menjadi ancaman serius bagi eksistensi negeri.

“Sayangnya, negeri kita lemah dalam kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya nasional. Kita perlu kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya nasional yang kuat. Pemimpin visioner yang mampu mengkolaborasikan kekuatan dalam menghadapi masa damai dan masa perang adalah jawaban yang harus dituntaskan untuk menjawab berbagai persoalan tersebut,” tegas Dina.

Terhadap mitigasi multikrisis, seperti krisis pangan, air, energi maupun finansial serta masifnya dampak perubahan iklim dan ketidakpastian global di era VUCA dan TUNA, tidak bisa lagi dihadapi dengan cara biasa. Perlu ide-ide revolusioner yang bertumpu pada pemanfaatan sumber daya nasional secara efektif efisien yang dipadukan dengan kepentingan nasional dan tujuan bernegara.

“Skenario apa yang telah disiapkan para pemimpin di semua tingkatan, baik nasional maupun level daerah dalam memitigasi risiko ancaman global dan domestik? Masyarakat menantikan solusi konkrit para pemimpin ketimbang polemik politik yang menguras energi dan dominan mudharat,” pungkas Dina. {redaksi}