Berita Golkar – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menekankan pentingnya optimalisasi penyaluran kredit oleh sektor perbankan guna mendukung pertumbuhan dunia usaha di Indonesia.
Dalam pernyataannya, Misbakhun menyayangkan lambannya pertumbuhan kredit yang hingga kuartal pertama 2025 masih berada pada level single digit. Padahal, penyaluran kredit merupakan salah satu instrumen vital dalam mendukung perputaran roda ekonomi, khususnya dalam memperkuat sektor riil.
Data yang dirilis per Mei 2025 menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan mengalami tren perlambatan. Pada bulan tersebut, angka pertumbuhan tercatat hanya sebesar 8,43% secara tahunan (year-on-year), turun dibanding April 2025 yang sebesar 8,8% dan Maret 2025 sebesar 9,16%.
Angka ini menjadi yang terendah sejak pertengahan 2023. Menurut Misbakhun, situasi ini menunjukkan bahwa sektor perbankan belum sepenuhnya agresif dalam mengambil peran sebagai katalis pertumbuhan ekonomi.
Misbakhun juga menyoroti rendahnya akses kredit di sektor-sektor strategis yang selama ini kerap menghadapi tantangan, seperti industri tekstil, pertambangan, dan sektor hilirisasi. Ia menilai bahwa sektor-sektor ini memiliki peran penting dalam menciptakan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja, namun justru belum mendapatkan perhatian maksimal dari lembaga keuangan.
“Industri tekstil kita sedang mengalami tekanan global dan domestik, tetapi akses pembiayaan mereka terbatas. Sektor hilirisasi pertambangan yang menjadi prioritas pemerintah juga menghadapi tantangan pembiayaan, padahal potensi kontribusinya terhadap nilai ekspor dan penerimaan negara sangat besar,” jelas Misbakhun dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (14/7/2025), dikutip dari Akurat.
Keterbatasan akses kredit berdampak langsung pada terbatasnya investasi modal (capital expenditure/capex) dan biaya operasional (operational expenditure/opex) yang bisa dikeluarkan oleh pelaku usaha.
Akibatnya, ekspansi bisnis menjadi tertahan dan produktivitas tidak optimal. Menurut Misbakhun, kondisi ini mencerminkan kurangnya pendekatan proaktif dari perbankan terhadap kebutuhan dunia usaha.
“Bagi sektor riil untuk tumbuh dan berkembang, sangat membutuhkan dukungan pembiayaan dari perbankan. Pendekatan proaktif ini yang masih belum dirasakan oleh pelaku usaha,” ujarnya.
Sedangkan apabila mengacu kepada data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa meskipun kredit investasi mengalami pertumbuhan sekitar 13,74% dan kredit modal kerja tumbuh 4,94% per Mei 2025, angka tersebut masih belum mencukupi untuk mendukung dinamika ekonomi yang kian kompleks.
“Oleh karena itu, dunia usaha memerlukan sokongan finansial yang lebih luas dan responsif terhadap perubahan pasar serta tantangan global,” ucapnya.
Misbakhun mengingatkan, perbankan seharusnya tidak hanya fokus pada pengelolaan kapital dan likuiditas internal, tetapi juga menjalankan fungsinya sebagai penggerak perekonomian nasional melalui penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif.
Dirinya mengajak pihak perbankan untuk melihat kebutuhan pembiayaan sektor usaha sebagai peluang, bukan risiko semata.
“Penyaluran kredit yang lebih optimal akan memperkuat kapasitas dunia usaha dalam melakukan ekspansi bisnis, meningkatkan daya saing, serta menciptakan lapangan kerja baru. Langkah ini sekaligus mendukung program-program ekonomi yang digariskan dari kebijakan Presiden Prabowo,” katanya.
Selain itu, Misbakhun juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, otoritas keuangan, dan sektor perbankan dalam menciptakan iklim pembiayaan yang sehat dan inklusif. Menurutnya, hambatan-hambatan struktural dalam penyaluran kredit perlu segera diatasi melalui dialog terbuka, kebijakan insentif, dan kolaborasi lintas sektor.
“Dibutuhkan sinergi konkret untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang membutuhkan prioritas pembiayaan. Pemerintah dapat memberikan arah kebijakan yang jelas, regulator menciptakan kerangka yang kondusif, dan perbankan menjalankan fungsinya secara aktif,” jelasnya.
Tak sampai disitu saja, ,Misbakhun juga mendorong peningkatan transparansi dalam proses penyaluran kredit, agar tidak hanya terfokus pada nasabah besar, tetapi juga menyasar usaha kecil dan menengah (UKM) yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
Di tengah berbagai tantangan ekonomi global, termasuk gejolak geopolitik dan fluktuasi harga komoditas, peran perbankan menjadi semakin krusial.
Misbakhun menyebut bahwa Indonesia perlu menjaga momentum pertumbuhan ekonominya dengan memastikan bahwa dunia usaha memiliki akses pembiayaan yang cukup untuk mendukung keberlanjutan dan ekspansi.
“Komisi XI DPR RI juga berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan sektor keuangan dan perbankan agar lebih berpihak kepada dunia usaha dan rakyat. Sebab upaya pemulihan dan transformasi ekonomi hanya akan berhasil jika seluruh elemen, termasuk perbankan, bersinergi dalam menggerakkan perekonomian nasional,” tutupnya. {}