Edisi Kartini Partai Golkar: Sosok Hebat Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid

Berita GolkarDalam mengarungi dunia politik, keberanian menjadi salah satu modal penting di dalamnya. Menjadi berani merupakan keniscayaan saat kita sebagai politisi memegang teguh apa yang dianggap kebenaran di tangan kita. Namun kadang kala, keberanian seringkali bertolak belakang dengan sifat seorang perempuan. Perempuan seringkali diidentikkan dengan karakter lembut, penuh kasih sayang, sekaligus sebagai fragmen yang perlu dilindungi.

Karakter berani ini lah yang paling menonjol dari diri seorang politisi perempuan Partai Golkar, Meutya Hafid. Bagaimana tidak? Meutya Hafid kini mengisi jabatan sebagai Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi urusan pertahanan, luar negeri, serta komunikasi dan informatika.

Tugasnya seringkali bersentuhan dengan elemen maskulinitas seorang pria. Dalam bidang pertahanan misalnya, Meutya Hafid diharuskan berurusan dengan TNI sebagai pilar pertahanan negara. Meski sudah banyak perempuan yang menjadi prajurit TNI, tetapi tetap saja dunia kemiliteran didominasi oleh kaum pria.

Perjalanan kehidupannya juga bisa menjadi bukti betapa karakter pemberani sudah mendarah daging dalam diri seorang Meutya Hafid. Adalah saat Meutya diculik oleh kelompok bersenjata ketika sedang melakukan tugas jurnalisme di Irak pada tahun 2005.

18 Februari 2005 tepatnya. Hari itu menjadi titik balik dari kehidupan seorang Meutya Hafid. Ia mengalami penyanderaan di Irak saat sedang bertugas menjadi reporter di daerah yang sedang berperang tersebut. Beruntung negara sigap bersikap dan Meutya bersama seorang rekannya, juru kamera Budiyanto berhasil diselamatkan tanpa kurang satu apapun.

Pernah berkarir di dunia jurnalisme, selain keberanian tentunya, kecerdasan, daya analisa dan kemampuan dasar investigasi sudah pasti dimiliki oleh Meutya. Karenanya, ketika menjalani karir sebagai seorang politisi, hal itu tidak terlalu sulit untuk Meutya.

Awal ketertarikannya pada dunia jurnalisme pun terbilang tidak biasa. Perempuan yang lahir di Bandung, Jawa Barat, 3 Mèi 1978 ini mengaku pada awalnya, jurnalistik bukanlah tujuan hidupnya, bukan keinginannya. Namun, panggilan hati melihat kondisi negara yang kacau balau di tahun saat terjadi reformasi 1998 membuatnya ingin berbuat sesuatu untuk negara.

Sebagai seorang jurnalistik, karir seorang Meutya Hafid terbilang mentereng. Ia pernah diganjar berbagai prestasi kategori jurnalistik atas dedikasi dan loyalitasnya pada tugas-tugas jurnalistik.

Pada tahun 2007, Meutya Hafid mendapatkan penghargaan Elizabeth O’Neill. Penghargaan ini dianugerahkan setiap tahun dalam rangka mengenang mantan Atase Pers Kedutaan Australia Elizabeth O’Neill, yang palastra dalam tugasnya pada 7 Maret 2007.

Pada 19 Fèbruari 2008, Meutya meraih penghargaan alumni Australia 2008 untuk kategori Jurnalisme dan Media, bersamaan dengan pemilik grup Lippo Dr. James Tjahaja Riady (alumni University of Melbourne) yang menerima penghargaan serupa untuk kategori kewiraswastaan.

Pada 9 Fèbruari 2012, Meutya menjadi satu di antara lima Tokoh Pers Inspiratif Indonésia versi Mizan, karena dianggap sebagai tokoh besar di balik perkembangan pers nasional. Hal yang membanggakan adalah, Meutya Hafid menjadi satu-satunya perempuan yang duduk di antara tokoh pers inspiratif tersebut, dan juga yang termuda meraih penghargaan tersebut.

Setelah malang melintang di dunia jurnalistik, Meutya Hafid kemudian banting setir menjadi seorang politisi. Partai Golkar menjadi pelabuhan hatinya. Sejak memutuskan berkecimpung di dunia politik praktis melalui Partai Golkar di tahun 2010, Meutya selalu loyal di bawah rimbunnya beringin Golkar.

Selama di Partai Golkar, berbagai jabatan strategis sudah pernah ia duduki, di antaranya adalah Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri DPP Partai Golkar (2016-2019), Koordinator Bidang Hukum, HAM, Kebijakan Publik KPPG (2018-2019), Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Partai Golkar (2019-Sekarang), hingga Wakil Ketua Umum Bidang Polhukam DPP Ormas MKGR (2020-Sekarang).

Di luar Partai Golkar, karir Meutya Hafid di dunia politik pun sangat sukses. Pada tahun 2010, ia dilantik menjadi Anggota DPR melalui pergantian antar waktu dari Partai Golkar menggantikan Burhanudin Napitupulu yang meninggal dunia. Sejak saat itu, Meutya Hafid berarti sudah tiga periode berada di Senayan, yakni pada periode 2010-2014, 2014-2019, dan 2019-2024.

Selama tiga periode menjadi legislator Partai Golkar di Senayan, berbagai jabatan di komisi pernah ia cicipi. Mulai dari Komisi XI DPR dengan ruang lingkup tugas di bidang keuangan dan perbankan sampai saat ini ia menjadi Ketua Komisi 1 DPR.

Pada Pemilu 2024, Meutya berhasil terpilih kembali duduk di DPR RI dari Dapil Sumut I. Ia meraih suara sebanyak 147.004 pemilih. Sebuah prestasi tersendiri bagi diri Meutya Hafid bisa duduk di DPR RI selama 4 periode beruntun.

Segalanya sempurna bagi Meutya Hafid, apalagi setelah ia memiliki seorang anak gadis kecil nan lucu yang dikenal dengan nama Lyora. Usaha Meutya Hafid untuk mendapatkan seorang Lyora tak semudah perjalanan karir politik yang telah dilaluinya. Meutya bahkan harus mencoba program bayi tabung sebanyak 10 kali hingga akhirnya anak pertama mereka lahir.

Usaha yang begitu keras setelah 5 tahun menanti kehadiran seorang bayi, terbayarkan kala Oktober 2022, Lyora lahir ke dunia. Ketabahan Meutya Hafid dibayar tuntas oleh Tuhan. Lyora mulai tumbuh besar, menjadi balita menggemaskan di usianya yang menginjak 2 tahun di 2024.

Kebahagian Meutya paripurna sebagai seorang perempuan. Memiliki karir cemerlang, seorang putri yang cantik, keluarga kecil yang menenangkan, dan banyak cinta yang tumbuh dari orang sekitarnya.

Meutya menjadi role model bagaimana seorang perempuan bertumbuh. Dari keberanian hingga perasaan tabah yang mendalam telah diselaminya. Dari kesabaran menunggu hingga determinasi karir politik. Segalanya telah dijalani oleh Meutya Hafid. Bagi pribadi-pribadi yang menjadikan Meutya Hafid sebagai inspirasi tentu masih menunggu, hal apa yang bakal ia sajikan lagi kepada publik di luar sana. Barangkali satu kursi menteri di Pemerintahan Prabowo-Gibran. Semoga. {redaksi}