Berita Golkar – Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta, Farah Savira mendukung pembuatan peraturan daerah (perda) tentang Lembaga Adat Betawi untuk melarang ondel-ondel digunakan untuk mengamen.
Farah mengatakan, tak hanya melalui perda, pihaknya juga harus mengatasi para pengamen ondel-ondel tersebut dari akar permasalahannya.
“Nah ini selain juga perda, nanti kita harus sikapi akar permasalahan yang ada, bagaimana selama ini bisa ada ondel-ondel dipakai buat ngamen, apa yang mendasari oknum-oknum atau mungkin grup mana yang memang mencetus dan masih mengembang biakan budaya tersebut gitu,” ujar Farah kepada Akurat Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Ia menjelaskan, sebetulnya perda tersebut nanti menguatkan yang sudah ada di perda yang masih berlaku, yaitu Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang pelestarian kebudayaan Betawi.
“Ya memang bisa melihat tantangan zaman, bahwa bagaimana kita bisa melindungi simbol ondel-ondel ini sebagai simbol kehormatan dari budaya Betawi,” imbuhnya.
Ia juga menegaskan, pihaknya juga perlu perhatikan tadi apa yang mendasari ondel-ondel ini masih digunakan untuk mengamen, apakah diperlukan juga untuk memberantas kemiskinan tersebut gitu.
“Jadi melihat dari sisi strukturalnya akar permasalahan dari awal kenapa masih banyak warga Jakarta yang mengamen demi mencari nafkah, nah itu juga justru jadi diperhatikan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Anggota Komisi E itu menjelaskan, mengacu kepada perda yang masih existing yaitu Perda Nomor 4 tahun 2015, memang persoalan larangan ondel-ondel ini dibahas tapi tidak secara terang-terangan gitu atau khusus dibahas.
“Sehingga yang bisa ditegaskan adalah satu memang tujuannya adalah untuk pertunjukan seni-seni budaya Betawi, dalam mempromosikan budaya Betawi bukan dalam menjadi digunakan sembarangan untuk mengamen di jalan,” jelasnya.
Farah menjelaskan, selama ini yang sudah beredar itu bentuknya surat edaran supaya tidak dilarang menggunakan ondel-ondel untuk mengamen. Untuk itu, ia menyarankan terdapat tambahan lagi berupa sanksi
“Nah surat edaran ini ke depan bisa ditambahkan bentuknya sebagai sanksi, misalkan sebagai penegasan di perda bahwa jika ditemukan adanya pemakaian simbol atau seni-seni kebudayaan Betawi ini untuk tujuan yang bukan tujuan dasarnya untuk mempromosikan budaya Betawi itu dikenakan sanksi gitu,” pungkasnya. {}