Berita Golkar – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD DKI Jakarta, Farah Savira menyampaikan, dasar pembentukan kembali Pansus tentang KTR karena situasi tidak kondusif.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, marak aktivitas merokok secara sembarangan di tengah masyarakat. Hal itu tentunya memiliki dampak luas bagi kesehatan dan lingkungan sekitar.
“Bahwa memang dasar utama adanya KTR itu karena alasan kesehatan. Utamanya kesehatan dan juga untuk sosial kita ke depan,” ujar Farah di Gedung DPRD DKI Jakarta, dikutip Selasa (13/5/2025), dikutip dari Akurat.
Farah menjelaskan, hambatan yang menyebabkan belum terealisasi kawasan tanpa rokok lantaran persoalan pada aspek perekonomian. “Pasalnya, industri rokok merupakan salah satu sumber penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang signifikan di DKI Jakarta,” katanya.
Kemudian, lanjut Farah, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya terkait penegakan aturan KTR. Salah satunya memberlakukan aturan larangan merokok melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Jakarta.
Termasuk juga Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Serta, Pergub Nomor 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan dan Penegakan Kawasan Dilarang Merokok.
Namun demikian, Farah menilai sejumlah regulasi itu dinilai belum berjalan efektif untuk menekan aktivitas merokok di ruang publik.
Dalam amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 151 menjelaskan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan dan mengimplementasikan KTR di wilayahnya.
“Kemarin kita juga sudah rapat dengan Dinas Kesehatan dan beberapa biro terkait untuk mendalami dasar dari pembentukan perda ini,” jelasnya.
Selain itu, Farah menjelaskan tantangan tersebut yakni fenomena pada anak sejak usai tujuh tahun yang sudah mengenal rokok. Seiring dengan itu, jumlah perokok aktif pada anak cukup tinggi usia 7-15 tahun sebesar 26 persen di DKI Jakarta.
“Jadi itu yang kita khawatirkan. Makanya nanti ada ruang-ruang batasan, baik terkait dengan jualan, penjualan, iklan, baik rokok yang kretek putih maupun juga yang rokok elektrik,” tukasnya.
Dengan ini, Farah berharap pembentukan Pansus tentang KTR dapat menginventarisasi masalah secara komprehensif melalui Raperda. Nantinya, Raperda akan diusulkan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda).
“Kita ingin Pansus KTR bisa menyeimbangi kedua belah pihak baik dari sisi ekonomi maupun sisi kesehatan,” jelas Farah.
“Tentu kita juga pasti utamakan kesehatan, tapi kita juga harus melihat bagaimana orang di belakang layar yang sangat bergantung kepada industri ini,” pungkasnya. {}