Farah Savira: Warga Keluhkan Zonasi PMB Jakarta, Banyak Anak Terabaikan

Berita GolkarAnggota Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta, Farah Savira mengatakan bahwa pihaknya Banyak mendapat aduan masyarakat dalam proses Penerimaan Murid Baru (PMB) Jakarta 2025.

Ia menjelaskan, dengan sistem zonasi yang ada, banyak keluhan dari masyarakat yang anaknya terhambat ingin masuk sekolah negeri.

“Nah memang kami mendapatkan sedikit kurangnya aduan dari masyarakat terkait proses ini, karena sebetulnya banyak sekali yang ingin bisa masuk ke sekolah negeri di Jakarta, tapi dengan keterhambatan zonasi ini itu yang belum mendapatkan kesetaraan,” kata Farah, Jumat (20/6/2025), dikutip dari Akurat.

Anggota Komisi E itu menjelaskan, ada beberapa faktor dalam keterhambatan sistem zonasi ini, misalnya anak murid itu rumahnya lebih dekat ke suatu sekolah yang ternyata di luar domisili mereka dibandingkan sekolah lain yang masuk domisili.

“Sementara mereka tertolak by system atau tidak bisa masuk ke sistemnya karena dihitung sebagai prioritas ketiga dan lain-lain,” imbuhnya.

Dengan itu, kata Farah, memang ini yang menjadi catatan pihaknya ketika menilai dari sistem itu juga tergantung apa yang menjadi kriteria atau dasar yang ditetapkan.

“Standarnya seperti apa, siapa yang masuk ke prioritas 1, 2, 3, dan juga harus dipertimbangkan jumlah sekolah dan jumlah bangku yang tersedia di sana,” katanya.

Ia juga beranggapan, dengan jumlah sekolah dan jumlah bangku yang ada, hal itu tidak akan pernah cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan atau permintaan dari siswa. Sehingga, ada persaingan di dalamnya.

“Nah itu yang memang ke depan kita terus perbaiki dan saya harap juga dari dinas pendidikan ada keseriusan supaya kita bisa menambah jumlah kursi atau memang mengevaluasi lebih dalam terkait prioritas-prioritas di zonasi ini. Karena itu yang menjadi keluhan,” ujarnya.

Ia juga menuturkan, banyak sekali warga yang sudah punya keterbatasan jumlah sekolah dalam sistem zonasi PMB ini, salah satunya di Dapil yang diurusinya.

“Misalkan di Dapil kami ada salah satu kecamatan yang dia cuma punya 1 SMA, sementara tidak cukup dong dengan jumlah siswa yang ada, jadi akhirnya apa ya gak semua orang, semua anak gak bisa masuk ke sekolah SMA negeri,” tuturnya.

“Di opsi kami swasta, tapi ya balik lagi swasta juga gak semuanya bisa mendapatkan KJP selagi belum ada ketentuan sekolah swasta gratis yang memang sudah dicanangkan,” imbuhnya.

Untuk itu, ia menilai memang panjang runtutannya. Sehingga balik lagi utamanya ke sistem dan dari sistem tersebut pihaknya mengevaluasi skala prioritas tersebut.

“Melihat jumlah permintaan dan juga kebutuhan versus yang ketersediaan bangku di setiap sekolah, jumlah sekolah juga harus dilihat. Jadi harus ada evaluasi di situ gitu intinya,” pungkasnya. {}