Daerah  

Ferry Wawan Cahyono Ajak Generasi Muda Cinta Wayang Sebagai Warisan Budaya Indonesia

Berita Golkar – Wakil Ketua DPRD Jateng Ferry Wawan Cahyono S.Pi M.Si, mengajak generasi milenial untuk cintai wayang kulit. Sebab, saat ini banyak generasi milineal yang lebih menyukai budaya barat, padahal budaya di Indonesia sangat beragam salah satunya wayang kulit.

‘’Saya mengajak anak-anak muda untuk cintai budaya kita sendiri, seperti menyukai wayang kulit,’’ kata politikus Partai Golkar itu.

Dia menjelaskan, pada tahun 2003 wayang kulit ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pertama Indonesia dalam kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity. ”Kalau orang barat saja mengakui wayang kulit sebagai budaya Indonesia, sudah menjadi kewajiban kita untuk melestarikan,” katanya.

Dia menambahkan, wayang kulit menggunakan bentuk karakter mitologi yang biasanya dibuat kulit kerbau atau sapi yang dikeringkan.

Wayang kulit bercerita soal pesan dari kepercayaan dan budaya mengenai budi pekerti luhur, atau kritik sosial. Lalu bagaimana sebenarnya sejarah wayang kulit dan apa saja ragamnya? Sebutan wayang berasal dari kata ‘Ma Hyang’ yang artinya menuju kepada roh spiritual, para dewa, atau sang kuasa.

Wayang sudah dimainkan sejak zaman dahulu sejak kerajaan Hindu-Buddha di mana sebagian besar masyarakat masih memiliki kepercayaan terhadap dewa-dewa. Bahkan setelah pengaruh Islam masuk ke tanah air, wayang kulit juga digunakan oleh para wali sebagai media penyebaran agama di Pulau Jawa melalui bidang kesenian.

Ferry Wawan, sapaan akrabnya, merupakan politisi muda dari Partai Golkar yang berasal dari Grobogan, Purwodadi Jawa Tengah itu menambahkan, banyak cara yang dilakukan untuk ‘’menggoda’’ generasi milenial mencintai wayag kulit.

Seperti diskusi soal perwayangan, ajak menonton mereka pagelaran wayang baik wayang kulit maupun wayang orang. ”DPRD Jateng juga sering menggelar pertunjukan wayang di daerah-daerah, tujuanya untuk melestarikan budaya wayang kulit,” katanya.

Tidak hanya itu, ajak mereka ke museum perwayangan serta melihat dan menonton para perajin wayang kulit di sejumlah daerah. ”Kalau mereka paham akan alur cerita lakon wayang pasti akan tertarik, sebab penuh dengan pitutur kehidupan,” ujarnya.

Diakui memang agak sulit untuk ”menggoda” anak mudah mencintai perwayangan, sebab sebagian mereka lebih menyukai hal hal yang serba instan. Padahal perwayangan membutuhkan pendalaman sehingga bisa jatuh cinta hingga akhirnya menyukai pertujukan wayang kulit. ”Saya punya ide untuk menggelar wayang on the street, kayaknya meriah,” ujanya. {sumber}