Berita Golkar – Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI, Firman Soebagyo, mendesak Pemerintah Kabupaten Pati untuk segera melakukan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah. Menurut Firman, penyesuaian NJOP tidak hanya berdampak pada sektor perpajakan daerah, namun juga memiliki potensi besar untuk menguntungkan masyarakat dari sisi nilai ekonomi aset yang mereka miliki.
“Selama ini NJOP di Pati tergolong masih sangat rendah jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jawa Tengah. Padahal, NJOP yang lebih tinggi justru dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, terutama dalam hal peningkatan nilai jual tanah dan nilai jaminan ketika tanah dijaminkan di bank,” ujar Firman kepada redaksi Golkarpedia melalui keterangan tertulis.
Firman menjelaskan bahwa NJOP berperan penting dalam menentukan nilai equity atau kekayaan bersih seseorang atas aset tanah yang dimilikinya. Menurutnya, semakin tinggi NJOP, semakin besar pula nilai jaminan yang bisa digunakan pemilik tanah untuk mengakses kredit dari perbankan.
“Kalau NJOP naik, maka masyarakat bisa memperoleh kredit lebih besar dari bank karena nilai tanah sebagai jaminannya juga ikut naik. Ini tentu akan meningkatkan kemampuan finansial masyarakat,” jelas politisi senior Partai Golkar ini.
Selain itu, Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menekankan bahwa NJOP yang realistis dan sesuai dengan kondisi pasar akan berdampak langsung pada harga jual tanah.
“Pembeli dan penjual biasanya menjadikan NJOP sebagai salah satu acuan objektif dalam transaksi jual beli tanah. Dengan NJOP yang lebih tinggi, maka harga jual tanah pun akan cenderung ikut naik. Ini tentunya menguntungkan masyarakat, khususnya yang memiliki aset tanah luas,” tambahnya.
Firman juga menyoroti pentingnya peningkatan kepercayaan sektor perbankan terhadap jaminan tanah. Ia menilai, NJOP yang terlalu rendah justru dapat membuat bank kurang percaya terhadap nilai jaminan, sehingga plafon kredit yang ditawarkan pun tidak maksimal. Sebaliknya, NJOP yang sesuai bisa menjadi penguat keyakinan bank terhadap aset masyarakat.
Namun demikian, Firman mengingatkan agar proses penyesuaian NJOP dilakukan secara akurat dan profesional. Ia menyadari bahwa NJOP tidak selalu mencerminkan nilai pasar tanah yang sebenarnya karena bisa dipengaruhi oleh metode penilaian yang tidak tepat atau tidak diperbarui secara berkala. Oleh karena itu, ia mendorong Pemkab Pati untuk melakukan pemetaan dan penilaian ulang yang menyeluruh.
“NJOP yang naik tidak serta-merta membebani masyarakat, apalagi kalau peningkatannya beriringan dengan kenaikan harga tanah dan kemudahan akses ke kredit. Justru ini bisa menciptakan keseimbangan baru, bahkan jika misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) naik sampai 100 persen sekalipun, masyarakat tetap diuntungkan karena nilai aset mereka ikut terdongkrak,” tandas Firman.
Untuk diketahui, berdasarkan data terakhir dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Pati, NJOP di sejumlah kecamatan masih berada di bawah rata-rata NJOP daerah-daerah lain di eks-Karesidenan Pati. Di beberapa wilayah pedesaan, NJOP bahkan masih di kisaran Rp20.000 hingga Rp50.000 per meter persegi, jauh dari harga pasar aktual yang telah melampaui Rp150.000 per meter persegi.
Dengan perbedaan tersebut, Firman menilai sudah saatnya Pemkab Pati melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan NJOP, agar tidak terjadi ketimpangan antara nilai fiskal dan nilai riil tanah di lapangan. Ia berharap, langkah ini tidak hanya meningkatkan penerimaan daerah, tetapi juga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan asetnya secara lebih produktif dan bernilai ekonomi tinggi.
“Yang penting jangan dilihat dari sisi beban PBB-nya saja. Lihat juga dari sisi potensi peningkatan nilai aset masyarakat. Ini yang kadang luput dari perhatian. Saatnya Pati berbenah dan menyesuaikan dengan realitas ekonomi saat ini,” pungkas Firman.