Berita Golkar – Anggota Badan Pengkajian MPR RI, Firman Soebagyo, kembali menegaskan pentingnya menghadirkan kepastian hukum dalam pembahasan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Ia menilai, ketegasan secara hukum diperlukan agar arah pembangunan nasional tidak terjebak dalam kebingungan sistemik yang berlarut.
Penegasan itu disampaikannya dalam sebuah forum diskusi bersama sejumlah tokoh nasional dan akademisi di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (30/7/2025).
Dalam kesempatan itu, Firman juga menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya ekonom senior Kwik Kian Gie. Ia menyebut Kwik sebagai tokoh besar dari Pati, Jawa Tengah yang juga merupakan kampung halaman Firman sendiri. Terkait PPHN, Firman menyoroti aspek yuridis sebagai persoalan paling mendasar yang harus dibenahi.
“Rekomendasi MPR Nomor 3 Tahun 2024 masih bersifat belum mengikat. Maka perlu dilakukan kajian mendalam, baik dari sisi hukum maupun politik,” ujar politisi Fraksi Partai Golkar tersebut.
Firman menjelaskan bahwa sejak amandemen UUD 1945 dan dihapuskannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), sistem perencanaan pembangunan nasional mengalami perubahan mendasar. Saat ini, pembangunan lebih mengacu pada visi dan misi presiden yang dituangkan dalam RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) dan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), bukan lagi ditentukan oleh lembaga tinggi negara seperti MPR sebagaimana di era sebelumnya.
“RPJPN memang lebih fleksibel dan terstruktur, tapi tidak menjamin kesinambungan antara pusat dan daerah. Di sinilah urgensi hadirnya PPHN,” lanjut Firman yang juga menjabat Wakil Ketua Umum KADIN.
Namun, ia tak menutup mata bahwa wacana pembentukan PPHN masih memicu perdebatan di berbagai kalangan. Menurut Firman, terdapat dua opsi yang bisa diambil, yakni melalui amandemen UUD 1945 untuk memberikan dasar konstitusional, atau lewat pembentukan undang-undang. Namun ia menilai, pilihan kedua akan menyisakan celah kelemahan.
“Kalau PPHN ingin punya kekuatan seperti GBHN, maka perlu amandemen. Tapi banyak yang khawatir amandemen justru melebar ke isu-isu lain seperti masa jabatan presiden,” jelasnya.
Firman turut mengungkap bahwa Presiden Prabowo Subianto dikabarkan ingin melanjutkan pembahasan PPHN, meski belum secara eksplisit menyampaikan posisi dan bentuk idealnya.
Karena itu, ia mendorong adanya inisiatif aktif dari pimpinan MPR untuk membangun komunikasi politik dengan Presiden maupun ketua-ketua umum partai politik. “Kalau sudah ada sinyal resmi dari Presiden, barulah pembahasan PPHN bisa dilanjutkan secara konkret dan terarah,” tegas Firman.
Sebagai penutup, Firman berharap peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus mendatang dapat dijadikan momen strategis untuk mempertemukan Presiden dan pimpinan MPR dalam satu forum dialog kenegaraan. “Ini langkah awal yang penting agar tidak ada pro-kontra di kemudian hari,” pungkasnya.