Firman Soebagyo Pertanyakan Penarikan Utang Baru Pemerintah Untuk Biayai Proyek MFISS Kementerian KKP

Berita GolkarAnggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mempertanyakan mengenai penarikan utang baru yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan ke Pemerintah Spanyol untuk membiayai proyek Maritime and Fisheries Integrated Surveillance (MFISS) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) senilai Rp 6,49 triliun.

Firman menegaskan, proyek MFISS KKP ini bukanlah hal urgent yang mesti disegerakan. Apalagi kita kini sedang berupaya melakukan efisiensi anggaran secara menyeluruh. Penarikan utang baru untuk proyek MFISS KKP ini kontra produktif dengan semangat Presiden Prabowo melakukan efisiensi anggaran.

“Sebelumnya sudah ada rekomendasi dari Bappenas terkait proyek MFISS KKP ini. Dalam rekomendasi tersebut tertuang jelas bahwa penerapan unified budget yang ada sekarang dapat mempengaruhi porsi anggaran untuk membiayai kegiatan prioritas. Meski kemudian dilakukan dengan mengupayakan pinjaman asing, saya berpendapat proyek ini terlalu dipaksakan,” tutur Firman Soebagyo kepada redaksi Golkarpedia pada Sabtu (19/04).

Selain itu, Firman juga menyoroti proyek ini tidaklah sesuai dengan arahan Presiden Prabowo yang menginginkan pembangunan kapal perlu mendayagunakan galangan kapal di dalam negeri. Sementara proyek MFISS KKP ini, pengadaan kapal pengawas seluruhnya diproduksi di luar negeri.

“Arahan Pak Presiden Prabowo jelas, bahwa produksi harus dilakukan di galangan kapal dalam negeri. Hal ini juga sesuai dengan Perpres Nomor 2 Tahun 2021 dan Inpres Nomor 2 Tahun 2022 terkait peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Sementara yang saya dengar, seluruh produksi kapal pengawas akan dilaksanakan di luar negeri,” ujar politisi senior Partai Golkar ini.

Sebagai seorang legislator yang memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja legislatif, Firman mengingatkan Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono agar tidak sembrono dalam meloloskan proyek. Terlebih dari berbagai pertimbangan yang ada baik oleh Bappenas maupun DPR RI, proyek MFISS ini tidak feasible untuk dilakukan dalam waktu dekat.

“Saya mengingatkan kepada Pak Menteri Sakti agar mempertimbangkan untuk menunda proyek MFISS ini. Selain karena tidak sesuai dengan arah Presiden Prabowo dan terkesan memaksakan dari sisi pembiayaan, perlu dipertimbangkan juga mengenai kesiapan infrastruktur serta SDM kita. Kami di komisi IV berkomitmen mengawal serta mendalami plus minus pemanfaatan pinjaman LN ini,” tambah Firman yang juga Wakil Ketua Umum Kadin ini.

Sebelumnya beredar salinan surat pemberitahuan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP ihwal perjanjian pinjaman tersebut.

Dalam surat yang dikeluarkan pada 24 Maret 2025 itu, tertulis bahwa pemerintah menandatangani dua perjanjian pinjaman atau credit agreement (CA), yaitu dengan Instituto de Credito Oficial (ICO) Spanyol dan Banco Bilbao Vizcaya Argentaria (BBVA) Spanyol—sebuah bank yang berpusat di Spanyol.

Adapun pinjaman dari ICO Spanyol sebesar EUR 150.800.000 atau setara Rp 2,9 triliun dan merupakan 44 persen dari total pinjaman. Sedangkan pinjaman dari BBVA Spanyol sebesar EUR 189.082.010 atau setara Rp 3,6 triliun (dan merupakan 56 persen dari total pinjaman.