Firman Soebagyo Pertanyakan Peran KLH Terkait Rusaknya Raja Ampat Akibat Aktivitas Penambangan Nikel

Berita GolkarAnggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kerusakan lingkungan yang semakin parah di Raja Ampat, Papua Barat Daya, akibat adanya aktivitas penambangan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan tanpa tanggung jawab lingkungan yang memadai.

“Penambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah,” tegas Firman dalam keterangannya. Ia menilai bahwa situasi ini sudah berada di luar batas kewajaran dan harus segera ditangani dengan tindakan konkret dari pemerintah pusat.

Berdasarkan data dan temuan di lapangan, sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan Raja Ampat telah menimbulkan dampak lingkungan yang serius. Di antaranya, PT Gag Nikel yang beroperasi di Pulau Gag dengan luas sekitar 6.030 hektare. Sementara itu, PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) diketahui menambang di Pulau Manuran dengan cakupan areal tambang seluas 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan limbah yang memadai.

Lebih lanjut, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) dinyatakan membuka tambang di luar izin lingkungan dan kawasan PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan), seluas 5 hektare di Pulau Kawe, yang telah menimbulkan sedimentasi di wilayah pesisir. Sedangkan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP) ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan maupun izin PPKH dalam kegiatan eksplorasinya di Pulau Batang Pele. Akibatnya, seluruh kegiatan eksplorasi perusahaan tersebut kini dihentikan.

Firman menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi di Raja Ampat mencakup dua dampak utama: sedimentasi dan pencemaran air. Lumpur yang terbawa oleh air hujan ke laut dapat menutupi terumbu karang dan menghambat proses fotosintesis organisme laut. Di sisi lain, limbah yang mengandung logam berat seperti nikel serta bahan kimia berbahaya lainnya mencemari perairan dan mengganggu keseimbangan ekosistem laut yang sangat sensitif di wilayah tersebut.

Politisi senior Partai Golkar yang juga pernah menjabat sebagai pimpinan Komisi IV DPR RI periode 2009–2014 itu menilai bahwa pengawasan dari pemerintah belumlah cukup. Ia mendorong adanya penegakan hukum secara tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar.

“Kementerian Lingkungan Hidup dan BPLH tidak cukup hanya memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas pada beberapa lokasi penambangan. Penindakan hukum, pencabutan izin, pengenaan denda, dan kewajiban pemulihan kerusakan hutan dan lingkungan harus dilakukan secara menyeluruh. Tidak bisa hanya berhenti pada simbol-simbol sanksi administratif,” tegas Firman.

Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI ini juga menyampaikan dukungan terhadap langkah Kementerian ESDM bersama aparat penegak hukum yang telah turun langsung menindak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran. Firman menilai hal ini merupakan sinyal positif bahwa pemerintah mulai menunjukkan keseriusannya dalam menanggulangi perusakan lingkungan yang masif di Papua.

“Kerusakan lingkungan di Papua sudah terjadi sejak lama dan ini juga merupakan dampak dari aktivitas pertambangan ilegal maupun yang tidak menjalankan prinsip keberlanjutan, termasuk Freeport,” ujar Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.

Firman juga mengungkapkan pengalaman pribadinya ketika memimpin Komisi IV DPR RI pada periode 2009–2014 dalam kunjungan kerja ke wilayah tambang Freeport. Saat itu, delegasi DPR RI tidak diizinkan masuk ke area tambang dan dijaga ketat oleh aparat keamanan. Ia menyebut kondisi tersebut sudah seperti “negara dalam negara”, dan menjadi bukti bahwa oligarki telah lama menguasai sektor-sektor vital tanpa pengawasan yang memadai dari negara.

“Karena itu, sudah sangat tepat apabila pemerintah hari ini mengambil sikap tegas dan menjalankan penegakan hukum secara merata terhadap perusahaan-perusahaan pelanggar, tanpa pandang bulu. Jangan sampai kasus-kasus besar seperti pagar laut, yang dulu sempat menjadi sorotan, kini hilang begitu saja karena tekanan oligarki yang melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar,” pungkas Firman dengan nada kecewa.

Pernyataan ini ia sampaikan di sela-sela kegiatan reses di daerah pemilihannya. Sebagai Ketua Umum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) Jawa Tengah, Firman berkomitmen terus menyuarakan kepedulian terhadap isu-isu lingkungan, karena kerusakan lingkungan pada akhirnya akan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, bukan hanya di Papua, tetapi juga secara nasional.

Firman menutup keterangannya dengan harapan agar semua pihak, baik pemerintah pusat, daerah, maupun DPR RI, dapat bersinergi dalam menyelamatkan Raja Ampat dari kerusakan yang lebih parah, dan memastikan bahwa para pelaku kejahatan lingkungan benar-benar mendapat ganjaran setimpal.

Leave a Reply