Berita Golkar – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo angkat bicara menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menyatakan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah tak lagi digelar secara serentak. Salah satu implikasi putusan ini adalah potensi perpanjangan masa jabatan anggota DPR, yang kini menuai sorotan publik.
Menurut Firman Soebagyo, perpanjangan masa jabatan DPR sebagaimana dampak teknis dari putusan MK tersebut dapat menimbulkan problem konstitusional dan memunculkan polemik baru dalam praktik demokrasi di Indonesia.
“Perpanjangan masa jabatan DPR tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Sebab, DPR dan DPRD itu dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu dan pencalonannya dilakukan oleh partai politik. Kalau tiba-tiba masa jabatannya diperpanjang tanpa melalui mekanisme pemilu, maka akan muncul pertanyaan tentang legitimasi dari perpanjangan itu,” ujar Firman.
Lebih lanjut, politikus senior Partai Golkar ini menilai bahwa keputusan yang berpotensi memperpanjang masa jabatan tanpa pemilu dapat mencederai prinsip dasar demokrasi. Ia mengingatkan bahwa demokrasi mensyaratkan adanya proses pemilihan secara langsung dan berkala sebagai bentuk pertanggungjawaban politik kepada rakyat.
“Demokrasi itu soal mandat rakyat. Kalau wakil rakyat tidak diperbarui melalui pemilu dalam jangka waktu yang seharusnya, maka bisa saja mereka tidak lagi representatif terhadap aspirasi masyarakat. Padahal, aspirasi rakyat itu dinamis dan bisa berubah setiap saat,” tegas Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.
Firman juga menyoroti aspek keterwakilan rakyat yang menurutnya berisiko terganggu akibat adanya kekosongan legitimasi baru. Anggota DPR maupun DPRD yang masa jabatannya diperpanjang tanpa proses elektoral dapat menjadi tidak relevan terhadap dinamika kebutuhan masyarakat yang berkembang.
“Kita harus akui, tantangan pembangunan dan sosial-politik di daerah sangat cepat berubah. Kalau tidak ada pemilu, maka orang yang duduk di legislatif belum tentu lagi relevan atau bisa menjawab kebutuhan rakyat hari ini,” imbuh anggota Komisi IV DPR, Firman Soebagyo.
Meski demikian, Firman menghormati posisi MK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan konstitusional dalam menguji undang-undang. Ia mendorong agar putusan ini dikaji lebih mendalam oleh semua pemangku kepentingan, termasuk DPR, pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil.
“Putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Tapi bukan berarti tidak bisa dikritisi atau dievaluasi secara akademik dan politik. Kita perlu analisis yang cermat soal implikasinya terhadap demokrasi, hukum tata negara, dan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif,” tandasnya.
Firman menambahkan bahwa ke depan diperlukan pengaturan transisi yang jelas dan berbasis hukum untuk memastikan tidak ada ruang bagi spekulasi politik yang merugikan tatanan demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap wakil-wakilnya di parlemen.
“Jangan sampai publik melihat ini sebagai akal-akalan untuk memperpanjang masa jabatan tanpa Pemilu. Kita semua harus menjaga integritas proses demokrasi,” tutup Firman Soebagyo.