Berita Golkar – Anggota Komisi VI DPR RI Firnando Hadityo Ganinduto menilai revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) menutup celah konflik kepentingan dengan melarang rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris BUMN.
Larangan itu merupakan langkah mendasar untuk menjaga independensi manajemen BUMN, menghindari bias kebijakan, sekaligus memperkuat prinsip tata kelola perusahaan yang baik alias good corporate governance.
“Substansi perubahan ini sejalan dengan misi pemerintah membangun BUMN yang modern, transparan, dan berdaya saing global,” kata Firnando dalam keterangan di Jakarta, Jumat (26/9/2025), dikutip dari SinPo.
Dengan demikian, dia menyatakan bahwa perubahan UU BUMN bukan hanya soal teknis kelembagaan, melainkan turut menyangkut akuntabilitas, transparansi, dan kepercayaan publik.
Untuk itu, kata dia, Negara tetap memegang kendali penuh agar BUMN dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Tak hanya menutup celah konflik kepentingan, Legislator dari Fraksi Partai Golkar itu menuturkan revisi UU juga secara tegas mengubah kedudukan komisaris maupun direksi BUMN sebagai bagian dari penyelenggara negara.
Dengan status tersebut, mereka wajib tunduk pada prinsip akuntabilitas publik dan standar etika yang sama sebagaimana pejabat negara lainnya.
Dia menyebut bahwa BUMN mengelola kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga setiap organ di dalamnya tidak bisa lagi dipandang semata-mata sebagai pelaku korporasi.
“Mereka adalah bagian dari penyelenggara negara yang bertanggung jawab langsung kepada publik,” ucap dia.
Selain itu, Firnando menambahkan perubahan UU BUMN pun menegaskan komisaris dan direksi dapat diperiksa secara rutin oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), baik melalui audit reguler maupun pemeriksaan tujuan khusus.
Mekanisme tersebut, kata dia, penting untuk memastikan tidak ada ruang abu-abu dalam pengelolaan BUMN serta memperkuat kepercayaan publik terhadap transparansi dan integritas perusahaan milik negara.
Dengan begitu, Firnando berpendapat revisi UU BUMN membawa terobosan penting dalam tata kelola perusahaan negara lantaran meneguhkan hal-hal yang selama ini menjadi aspirasi masyarakat sekaligus koreksi konstitusional.
Sebelumnya, Komisi VI DPR bersama pemerintah resmi menyetujui RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dibawa ke pembicaraan tingkat II atau Paripurna DPR. Total ada 84 pasal yang direvisi. {}













